Memimpin Nahdlatul Ulama
Tahun 1984, Gus Dur terpilih sebagai Ketua Umum PBNU. Ia membawa semangat pembaruan dengan konsep “kembali ke khittah 1926”, yakni mengembalikan NU sebagai organisasi sosial-keagamaan yang tidak terikat politik praktis. Langkah ini membuat NU lebih fokus pada penguatan masyarakat akar rumput, pendidikan, serta pemberdayaan ekonomi umat.
Di bawah kepemimpinannya, NU juga makin dikenal sebagai kekuatan moral bangsa, yang berani bersuara kritis terhadap pemerintah ketika terjadi ketidakadilan.
Menjadi Presiden RI ke-4
Karier politik Gus Dur mencapai puncaknya ketika ia terpilih sebagai Presiden ke-4 RI pada tahun 1999, melalui Sidang MPR pasca-reformasi. Sebagai Presiden, Gus Dur dikenal sangat pluralis, demokratis, dan berani mengambil langkah berbeda.
Ia membuka ruang kebebasan pers, memberi pengakuan terhadap kelompok minoritas, dan mendorong dialog lintas agama. Di masanya, TNI dipisahkan dari Polri untuk memperkuat reformasi militer. Namun, kepemimpinannya juga diwarnai tantangan politik, hingga akhirnya ia diberhentikan oleh MPR pada tahun 2001.
Warisan Pemikiran dan Spirit
Meski masa jabatannya singkat, warisan pemikiran Gus Dur tetap hidup hingga kini. Ia dikenang sebagai “Bapak Pluralisme Indonesia”, sosok yang menekankan pentingnya kemanusiaan di atas sekat-sekat identitas. Humor, keberanian, dan ketulusannya membuat Gus Dur dicintai banyak kalangan, bahkan oleh mereka yang berbeda keyakinan sekalipun.
Akhir Hayat Gus Dur dan Penghormatan Bangsa
Masa-masa Sakit
Seiring bertambahnya usia, Gus Dur sering mengalami gangguan kesehatan. Ia pernah menjalani operasi pengangkatan ginjal, serta beberapa kali dirawat karena komplikasi penyakit diabetes dan gangguan penglihatan. Meski kondisi tubuhnya menurun, semangatnya untuk hadir dalam kegiatan sosial, memberi ceramah, dan berdialog dengan berbagai kalangan tetap tidak surut.
Wafatnya Gus Dur
Pada 30 Desember 2009, Gus Dur wafat di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta. Kepergiannya sontak mengguncang bangsa Indonesia. Ratusan ribu orang dari berbagai latar belakang agama, etnis, dan status sosial datang memberikan penghormatan terakhir.
Jenazah Gus Dur dimakamkan di Kompleks Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, berdampingan dengan makam kakeknya, KH Hasyim Asy’ari, dan keluarganya. Prosesi pemakamannya menjadi lautan manusia, bukti betapa besar cinta rakyat kepadanya.
Sumber:
jatim.nu.or.id
*Artikel ini adalah hasil tulis ulang dengan bantuan AI dari artikel berjudul ‘Menilik Kisah Perjalanan Gus Dur dari Masa ke Masa’ oleh Ika Nur Fitriani, dipublikasikan 1 April 2022, di jatim.nu.or.id.