Seri 3: Memulai Pembelajaran Koding di SMP, dari Scratch hingga App Inventor

Pembelajaran koding di SMP Scratch hingga App Inventor. (foto: Created by AI/Nana)


Stmikkomputama.ac.id – Pada jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP), pembelajaran koding memasuki fase yang lebih mendalam. Jika di SD fokusnya adalah menanamkan fondasi berpikir komputasional melalui permainan dan visualisasi, maka di SMP, tujuannya adalah transisi menuju pembuatan produk nyata yang memiliki fungsi praktis.

Artikel ini akan menjadi panduan bagi Bapak/Ibu untuk menjembatani pengetahuan dasar siswa dari platform seperti Scratch ke alat yang lebih canggih, yaitu MIT App Inventor.

Dari Dunia Virtual Scratch ke Produk Nyata App Inventor

Bapak/Ibu Guru SMP/MTs yang terhormat,

Scratch adalah gerbang yang luar biasa. Dengan antarmuka berbasis blok visualnya, siswa dapat dengan mudah memahami konsep dasar seperti urutan (sequence), perulangan (loop), dan percabangan (conditional) tanpa harus terbebani sintaksis. Kemudahan ini memungkinkan mereka untuk bereksperimen dan membuat animasi, cerita interaktif, atau game sederhana (Naskah Akademik Kemendikdasmen, 2025).

Namun, seiring bertambahnya usia, kebutuhan dan motivasi siswa pun berkembang. Mereka mulai tertarik untuk menciptakan sesuatu yang dapat mereka gunakan di perangkat sehari-hari mereka, seperti ponsel pintar. Di sinilah MIT App Inventor mengambil peran sebagai jembatan yang ideal. App Inventor juga menggunakan blok-blok visual, yang berarti siswa tidak perlu mengulang dari nol, tetapi langsung menerapkan pengetahuan yang sudah mereka miliki ke dalam konteks yang baru dan lebih relevan: pembuatan aplikasi seluler.

Mengenal MIT App Inventor: Jembatan Koding ke Pengembangan Aplikasi

MIT App Inventor adalah lingkungan pemrograman berbasis blok yang dikembangkan oleh Massachusetts Institute of Technology (MIT). Tujuan utamanya adalah untuk memberdayakan semua orang, terutama pemula, untuk membangun aplikasi untuk perangkat Android. Lingkungan kerjanya terbagi menjadi dua bagian utama:

  1. Desainer (Designer): Tempat untuk merancang antarmuka pengguna (UI) aplikasi, seperti menambahkan tombol, gambar, dan teks.
  2. Blok (Blocks): Tempat untuk menyusun logika program, sama seperti di Scratch.

Proses transisi ini juga sejalan dengan rekomendasi naskah akademik yang menekankan bahwa pembelajaran koding di SMP harus berfokus pada “pemrograman berbasis blok” untuk membangun “logika komputasi dan dasar-dasar pemrograman” (Naskah Akademik Kemendikdasmen, 2025).

Model Pembelajaran Praktis: Membuat Aplikasi “Soundboard” Sederhana

Sebagai contoh praktis, berikut adalah langkah-langkah sederhana untuk membimbing siswa membuat aplikasi “Soundboard” di kelas:

1. Tentukan Ide Proyek:

Mulailah dengan ide sederhana, misalnya aplikasi papan suara dengan suara-suara hewan atau alat musik. Ini memungkinkan siswa untuk berkreasi dengan aset digital.

2. Merancang Antarmuka (UI):

  • Pada jendela Designer, minta siswa menyeret komponen “Button”Ubah properti tombol, seperti teksnya (“Meong”) dan warnanya.
  • Tambahkan komponen “Sound” (Suara) dari palet dan unggah berkas audio yang relevan (misalnya, suara kucing).

3. Membuat Logika Program (Blocks):

  • Beralih ke jendela Blocks. Di sinilah logika aplikasi dibuat.
  • Pilih blok “when Button1.Click”. Ini adalah blok pemicu yang sama dengan “ketika bendera hijau diklik” di Scratch.
  • Seret blok “call Sound1.Play” dan letakkan di dalam blok click tersebut.

4. Uji Coba Langsung:

  • Setelah kode selesai, siswa dapat menginstal aplikasi MIT AI2 Companion di ponsel Android mereka.
  • Minta mereka memindai kode QR yang dihasilkan oleh App Inventor. Dalam hitungan detik, aplikasi yang mereka buat akan muncul di ponsel mereka dan siap diuji.

Melalui proyek ini, siswa tidak hanya belajar koding, tetapi juga memahami proses pengembangan aplikasi, mulai dari perancangan hingga pengujian.

Landasan Akademis: Dari Berpikir Logis Menjadi Inovator

Pembelajaran dengan App Inventor melatih keterampilan berpikir komputasional (Wing, 2006) ke level yang lebih tinggi. Siswa didorong untuk berpikir kreatif, memecahkan masalah, dan berkolaborasi dalam kelompok untuk menyelesaikan proyek. Proses ini selaras dengan pendekatan Project-Based Learning (PBL), di mana siswa aktif terlibat dalam menciptakan solusi nyata untuk masalah yang mereka definisikan (Blumenfeld et al., 1991).

Sebagai guru, peran Anda bukan lagi sebagai penyampai informasi, melainkan fasilitator yang membimbing siswa dalam proses penemuan. Dengan memfasilitasi penggunaan alat seperti App Inventor, Bapak/Ibu tidak hanya mengajar koding, melainkan juga menumbuhkan generasi muda yang inovatif dan siap menghadapi tantangan di masa depan.

*Penulis adalah Ketua STMIK Majenang Cilacap

Daftar Pustaka

  • Blumenfeld, P. C., Soloway, E., Marx, R. W., Krajcik, J. S., Guzdial, M., & Palincsar, A. (1991). Motivating project-based learning: Sustaining the doing, supporting the learning. Educational Psychologist, 26(3-4), 369-398.
  • Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah Republik Indonesia. (2025). Naskah Akademik: Pembelajaran Koding dan Kecerdasan Artifisial Pada Pendidikan Dasar dan Menengah.
  • Wing, J. M. (2006). Computational thinking. Communications of the ACM, 49(3), 33-35.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *