Stmikkomputama.ac.id – Charlie Kirk, aktivis konservatif dan pendiri Turning Point USA, ditembak mati saat menghadiri acara “Prove Me Wrong” dalam tur kampus The American Comeback Tour di Utah Valley University, Orem, Utah, pada Selasa malam, 10 September 2025.
Menurut laporan Reuters, tembakan dilepaskan sekitar 20 menit setelah Kirk mulai berbicara di depan sekitar 3.000 orang. “Kirk terkena di bagian leher oleh satu tembakan yang dilepaskan dari atap sebuah gedung kampus,” tulis Reuters.
Kepanikan terjadi seketika setelah suara tembakan terdengar. CBS News melaporkan banyak penonton berhamburan menyelamatkan diri, sebagian jatuh dan terinjak. Seorang saksi mengatakan kepada CBS, “Terjadi kepanikan besar ketika orang-orang berebut mencari tempat aman.” Kirk segera dilarikan ke rumah sakit setempat, namun dinyatakan meninggal dunia akibat luka tembak.
Polisi Utah menemukan sebuah senapan bolt-action yang diduga digunakan pelaku di area berhutan dekat kampus. The Guardian menulis, “Polisi menemukan senjata yang tampak seperti senapan bolt-action dan merilis gambar seorang pria berpakaian gelap sebagai orang yang dicari.” Hingga kini, pelaku masih buron.
Reaksi keras datang dari berbagai tokoh politik. Presiden Donald Trump dalam pernyataannya menyebut Kirk sebagai pejuang kebebasan.
“Charlie Kirk meninggal sebagai martir demi kebenaran dan kebebasan,” ujar Trump seperti dikutip AP News.
Gubernur Utah menilai insiden ini sebagai “pembunuhan politik” yang mengancam demokrasi.
Media People melaporkan detail teknis lokasi penembakan. “Tembakan fatal itu berasal dari atap gedung Losee Center, sekitar 200 yard (hampir 200 meter) dari panggung,” tulis People. Kirk menjadi satu-satunya korban dalam insiden tersebut, tanpa ada korban tambahan dari ribuan orang yang hadir.
Hingga 12 September 2025, aparat masih melakukan pencarian intensif dibantu FBI. Al Jazeera mencatat, “Pembunuhan Charlie Kirk telah memicu kekhawatiran meningkatnya gelombang pembunuhan politik di seluruh Amerika Serikat.”
Kasus ini memicu kekhawatiran meningkatnya kekerasan politik, dengan banyak pihak mendesak peningkatan keamanan dalam acara publik yang melibatkan tokoh nasional.