Universitas Komputama – Pro kontra mengenai kandungan etanol dalam BMM Pertamina masih terus bergulir. Isu ini mencuat tatkala beberapa stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) swasta seperti Vivo dan BP-AKR membatalkan pembelian base fuel dari Pertamina karena adanya kandungan etanol sekitar 3,5 %.
Mereka merasa bahwa kandungan ini belum sesuai dengan spesifikasi mereka atau standar mutu yang diinginkan.
Sebaliknya, pemerintah melalui Kementerian ESDM dan pakar energi menyatakan bahwa kandungan etanol tersebut masih dalam ambang yang diperbolehkan, belum melanggar spesifikasi resmi BBM (terutama spesifikasi RON), serta bahwa kendaraan yang sudah ada di Indonesia secara umum kompatibel dengan etanol hingga tingkat tertentu.
Di sisi yang mendukung, ada beberapa argumen teknis dan lingkungan yang disampaikan. Etanol dianggap mampu meningkatkan angka oktan (RON) BBM. Dengan etanol, pembakaran di ruang mesin bisa lebih sempurna, sehingga emisi karbon monoksida (CO) dan hidrokarbon yang tidak terbakar bisa berkurang.
Lebih lanjut, pemerintah dan Pertamina menyebut langkah ini konsisten dengan praktik internasional (negara‐negara yang mencampur etanol tinggi ke dalam bensin), sebagai bagian dari komitmen transisi energi dan pengurangan emisi gas rumah kaca.
Kandungan etanol dalam BMM Pertamina ini rupanya masih bergulir dan menjadi topik yang hangat dibicarakan. Kalangan industri hingga para pakar energi dan akademisi memberikan pandangannya.
Respons Dunia Industri dan Pendapat Pakar
Kebijakan pencampuran etanol dalam bahan bakar minyak (BBM) Pertamina memicu diskusi hangat di kalangan masyarakat, industri otomotif, dan para pakar energi. Polemik ini muncul setelah terungkapnya kandungan etanol sebesar 3-5% hingga 10% pada beberapa produk BBM Pertamina. Namun, bagaimana sebenarnya pandangan para pelaku industri dan ahli terkait isu ini?
Industri otomotif, khususnya Toyota Indonesia, menyatakan keheranannya atas polemik yang terjadi. Direktur Pemasaran PT Toyota-Astra Motor, Anton Jimmi Suwandy, menegaskan bahwa secara global, penggunaan etanol 3-5% dalam BBM sudah sangat umum dan tidak menimbulkan masalah pada kendaraan modern.
Bahkan, di banyak negara, kandungan etanol hingga 10% (E10) sudah menjadi standar dan aman digunakan. Mobil-mobil Toyota yang dipasarkan di Indonesia pun dinyatakan kompatibel dengan BBM yang mengandung etanol hingga 10%.
Sejumlah pakar energi dan akademisi dari berbagai universitas terkemuka di Indonesia juga menyuarakan dukungan terhadap kebijakan ini. Dr. Yuli Setyo Indartono, pakar energi dari ITB, menegaskanbahwa penambahan etanol 3-5% dalam BBM tidak mengurangi kualitas bahan bakar dan telah sesuai dengan standar internasional. Menurutnya, mesin kendaraan modern sudah didesain untuk menerima campuran etanol hingga 10%.
Senada dengan itu, Prof. Agus Maryono dari UGM menyatakan dukungannya terhadap pencampuran etanol 10% dalam BBM. Ia menilai langkah ini sebagai upaya positif dalam mendukung energi terbarukan dan mengurangi emisi karbon. Namun, ia juga menekankan pentingnya sosialisasi kepada masyarakat mengenai manfaat dan keamanan BBM etanol.
Dari sudut pandang teknis, Dr. Sigit Supadmo Arif dari IPB menjelaskan bahwa penggunaan etanol 10% memiliki kelebihan dan kekurangan. Keunggulannya adalah ramah lingkungan, mengurangi emisi CO2, dan membantu mengurangi ketergantungan pada minyak fosil. Namun, etanol memiliki daya bakar yang lebih rendah dari bensin, sehingga konsumsi BBM bisa sedikit meningkat. Pada kendaraan lama, etanol juga berpotensi menyebabkan korosi pada komponen tertentu.
Catatan untuk Kendaraan Lama dan Pentingnya Edukasi
Meskipun mayoritas pakar menilai kebijakan ini aman untuk kendaraan modern (umumnya keluaran tahun 2000 ke atas), mereka mengingatkan perlunya edukasi bagi pemilik kendaraan lama. Prof. Iwa Garniwa dari ITB menyebutkan bahwa meski mesin modern sudah kompatibel dengan etanol, kendaraan lawas perlu penyesuaian dan pengecekan komponen tertentu untuk mencegah kerusakan akibat korosi.
Manfaat Lingkungan dan Energi Nasional
Selain aspek teknis dan keamanan, para pakar menyoroti manfaat lingkungan dari penggunaan etanol dalam BBM. Etanol yang berasal dari biomassa merupakan energi terbarukan yang dapat membantu menekan emisi karbon dan mendukung target pengurangan emisi nasional. Selain itu, substitusi sebagian bensin dengan etanol juga dapat mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap impor BBM.
**Tim Humas Universitas Komputama (UNIKMA) Cilacap, Jawa Tengah
1. CNN Indonesia-https://www.cnnindonesia.com/otomotif/20251010155040-579-1283193/toyota-heran-bbm-pertamina-mengandung-etanol-35-persen-ribut
2. Tempo.co-https://www.tempo.co/sains/kata-dosen-biosistem-ipb-soal-plus-minus-bbm-etanol-10-persen-2078838
3. BBC Indonesia-https://www.bbc.com/indonesia/articles/ced5qvp2q3go
4. Kompas.com-https://bandung.kompas.com/read/2025/10/11/062042278/heboh-etanol-dalam-bbm-pakar-energi-itb-angkat-bicara
5. Harian Jogja-https://ekbis.harianjogja.com/read/2025/10/10/502/1231231/pakar-ugm-dukung-campuran-etanol-10-persen-dengan-bbm
6. CNN Indonesia-https://www.cnnindonesia.com/otomotif/20251009151255-579-1282794/pakar-itb-sebut-etanol-10-persen-aman-untuk-mesin-mobil-modern
7. Detik Finance-https://finance.detik.com/energi/d-8149341/pakar-energi-sebut-etanol-3-5-di-base-fuel-pertamina-tak-kurangi-kualitas-bbm