Neraka Adalah Rahmat Allah Kata Habib Jafar, Bagaimana Pandangan Imam Ghazali?

Ilustrasi Neraka. (Foto: Created by ChatGPT/ridlo)


Stmikkomputama.ac.id – Neraka kerap kali dipersepsikan sebagai hukuman atau manifestasi amarah Allah SWT bagi pendosa. Namun, pendakwah muda Habib Husein Ja’far Al-Hadar menyampaikan pandangan berbeda, bahwa neraka adalah rahmat Allah SWT.

Pandangan ini memicu perhatian publik terkait makna penciptaan neraka. Menurut Habib Jafar, neraka tidak boleh dipahami semata-mata sebagai wujud kemurkaan Allah, melainkan bagian dari rahmat dan cinta kasih-Nya kepada manusia.

Pandangan ini disampaikannya dalam sejumlah kajian dan perbincangan keagamaan yang menyoroti persoalan eskatologi dalam Islam, dikutip dari Youtube Short.

Habib Ja’far menegaskan, neraka berfungsi sebagai sarana pembersihan dosa. Siksaan yang ada di dalamnya bukan dimaksudkan sebagai hukuman abadi bagi seluruh manusia, melainkan sebagai proses “pengobatan” yang membuat seorang hamba layak memasuki surga.

“Neraka diciptakan bukan karena Tuhan pemarah, tetapi karena Tuhan Maha Penyayang,” ujarnya, sebagaimana dikutip berbagai media, salah satunya Selebritalk Pikiran Rakyat.

Dalam salah satu diskusi publik bersama presenter Desta, Habib Ja’far menanggapi pertanyaan tentang kekhawatiran manusia di akhir zaman. “Apakah Allah sekejam itu menghukum dengan api neraka?” tanya Desta.

Neraka Adalah Rahmat Allah

Habib Ja’far menjawab bahwa semua yang datang dari Allah adalah rahmat. Ia mengibaratkan pendingin ruangan (AC) yang menjadi nikmat bagi orang sehat, namun terasa menyiksa bagi orang yang sedang sakit.

Begitu pula surga, katanya, tidak akan terasa nikmat jika seseorang belum dalam keadaan pantas untuk menikmatinya. Karena itu, neraka hadir untuk membersihkan penyakit batin manusia agar kelak benar-benar siap memasuki surga.

Konsep ini, menurut Habib Ja’far, menunjukkan bahwa rahmat Allah tidak hanya ditampakkan dalam bentuk kenikmatan, melainkan juga melalui ujian, peringatan, bahkan siksa. Ia mengingatkan bahwa surga adalah tempat yang agung, sehingga tidak semua orang bisa langsung memasukinya tanpa proses penyucian diri.

“Makanya Tuhan lewati neraka untuk menghilangkan penyakitnya, sehingga lu pantas masuk surga,” jelasnya.

Hal ini sejalan dengan firman Allah dalam Al-Qur’an Syrat Al-A’raf ayat 156:

وَاكْتُبْ لَنَا فِي هَذِهِ الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ إِنَّا هُدْنَا إِلَيْكَ ۚ قَالَ عَذَابِي أُصِيبُ بِهِ مَنْ أَشَاءُ ۖ وَرَحْمَتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ ۚ فَسَأَكْتُبُهَا لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَالَّذِينَ هُمْ بِآيَاتِنَا يُؤْمِنُونَ

Latin: Waktub lanā fī hādhihi ad-dunyā ḥasanatan wa fī al-ākhirati innā hudnā ilaika, qāla ‘adhābī uṣību bihī man asyāu, wa raḥmatī wasi‘at kulla syaiin, fasa-aktubuhā lillażīna yattaqūna wa yutūna az-zakāta wa allażīna hum biāyātinā yu`minūn.

Artinya: “Dan tetapkanlah untuk kami kebaikan di dunia ini maupun di akhirat; sungguh, kami kembali (bertaubat) kepada-Mu. Allah berfirman: ‘Siksa-Ku akanKutimpakan kepada siapa yang Aku kehendaki, dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku itu untuk orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami.’”.(QS. Al-A’raf: 156)

Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menyebutkan bahwa azab Allah memiliki hikmah sebagai bentuk tarbiyah (pendidikan) dan tazkiyah (penyucian).

Imam Ghazali menganalogikan bahwa seorang dokter kadang menggunakan pisau bedah atau obat yang pahit untuk menyelamatkan pasien. Begitu pula Allah menggunakan “api neraka” untuk menyembuhkan penyakit rohani manusia sebelum layak masuk surga.

Sementara Imam Ibn Qayyim al-Jauziyyah dalam Tariq al-Hijratayn menulis bahwa hukuman Allah bukanlah kezaliman, melainkan keadilan yang bertujuan membersihkan hamba-Nya sebelum memperoleh rahmat yang lebih besar. Dengan perspektif ini, neraka bukan hanya ancaman, tetapi juga jalan menuju penyelamatan.

Tak Boleh Berputus Asa Meraih Rahmat Allah SWT

Habib Ja’far pun mengajak umat Islam agar tidak berputus asa dari rahmat Allah. Menurutnya, memahami neraka sebagai bagian dari rahmat justru memberi harapan bahwa Allah tidak pernah berniat menghancurkan hamba-Nya, melainkan ingin menyelamatkan sebanyak mungkin manusia.

Namun ia menegaskan, kesadaran ini harus dibarengi dengan kewaspadaan agar manusia tidak mudah meremehkan dosa yang bisa mengantarkan mereka ke dalam siksa.

Husein Ja’far menempatkan neraka dalam kerangka yang lebih luas sebagai mekanisme penyelamatan. Pandangan tersebut memperlihatkan keseimbangan antara rasa takut akan dosa dan rasa harap akan rahmat Allah, yang keduanya menjadi fondasi penting dalam spiritualitas Islam.

Allah berfirman yang termaktub dalam Surah Az-Zumar ayat 53:

قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا ۚ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

Latin: Qul yā ‘ibādiya alladzīna asrafū ‘alā anfusihim lā taqnaṭū min raḥmatillāh, innallāha yaghfiru adz-dzunūba jamī‘ā, innahū huwa al-ghafūru ar-raḥīm.

Arti: “Katakanlah: Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dialah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang.”(QS.Az-Zumar: 53)

Imam Al-Ghazali Ihya Ulumuddin, Kitab at-Taubat, juz 4, hlm. 3–5) menegaskan bahwa putus asa dari rahmat Allah adalah dosa besar. Menurutnya, azab di neraka sekalipun tetap berada dalam kerangka rahmat, karena bertujuan mendidik manusia agar sadar dan kembali. Ayat ini membuktikan bahwa Allah tidak menciptakan neraka sebagai bukti kekejaman, tetapi sebagai bagian dari sistem rahmat-Nya yang luas.

Al-Ṭabari dalam Jāmi‘ al-Bayān, juz 21, hlm. 45–47 menafsirkan ayat ini sebagai panggilan lembut Allahkepada orang-orang yang berlebihan dalam dosa. Menurutnya, larangan berputus asa ini mencakup semua dosa, baik kecil maupun besar, kecuali syirik jika tidak disertai tobat. Ia menekankan bahwa ayat ini turun sebagai kabar gembira terbesar bagi para pendosa, bahwa pintu rahmat selalu terbuka.

Demikan, semoga bermanfaat. Wallahua’lam.

*Penyusunan artikel dengan bantuan ai.stmikkomputama.ac.id
** Penulis adalah jurnalis, membantu di STMIK Komputama Cilacap

Referensi Media dan Transkrip

  1. Selebritalk Pikiran Rakyat – Habib Husein Ja’far: Penciptaan neraka bukan karena Tuhan punya sifat pemarah

  2. Detik Hikmah – detikKultum Habib Ja’far: Kena musibah bisa jadi tanda Allah rindu kita (berisi penjelasan rahmat Allah dalam berbagai ujian dan siksa)

  3. Laros.id – Jika pahala dan dosa seimbang benarkah akan masuk neraka? Penjelasan Habib Husein Ja’far (menyebut kasus ashhabul A’raf sebagai contoh rahmat Allah dalam keadilan-Nya)

  4. Transkrip dialog Habib Husein Ja’far bersama Desta (potongan yang beredar di media sosial dan kanal YouTube), yang berisi analogi AC–orang sakit dan es krim–lidah sakit, untuk menjelaskan neraka sebagai pembersihan sebelum surga.

Referensi Kitab:

  1. Al-Ghazali, Ihya’ Ulumiddin 

  2. Ibn Qayyim al-Jauziyyah, Tariq al-Hijratayn

  3. Al-Ṭabari dalam Jāmi‘ al-Bayān

Referensi Al-Qur’an

8. QS. Al-A’raf: 156 – “Dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu…”

9. QS. Az-Zumar: 53 – “Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah…”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *