Menjelajah ‘Babad Banyumas’ Melalui Lukisan

Pameran Sastra Rupa Babada Banyumas. (Foto: Humas Pemkab Banyumas/Unikma.ac.id)


Unikma.ac.id – Di tengah tantangan menurunnya minat baca, terutama terhadap karya sastra klasik di kalangan generasi muda, Pemerintah Kabupaten Banyumas memberikan dukungan penuh terhadap penyelenggaraan pameran lukisan bertema Babad Banyumas dalam tajuk acara “Sastra Rupa”. Hal tersebut diutarakan oleh Bupati Banyumas, Sadewo Tri Lastiono saat membuka acara pada Rabu(22/10/25) di Aula Hetero Space.

Pameran ini menampilkan karya 30 perupa Banyumas yang menginterpretasikan kisah Babad Banyumas ke dalam bentuk visual, menggambarkan berbagai episode penting sejarah lahirnya Kabupaten Banyumas.

Bupati Banyumas, Sadewo Tri Lastiono, dalam sambutannya memberikan apresiasi tinggi terhadap inisiatif ini. Menurutnya, menerjemahkan teks sejarah ke dalam bentuk lukisan adalah langkah kreatif yang bisa menghidupkan kembali kecintaan masyarakat terhadap sejarah daerah.

“Seni rupa memiliki kekuatan tersendiri untuk menyampaikan pesan sejarah secara visual, menyentuh emosi, dan menginspirasi siapa pun yang melihatnya. Dengan cara ini, sejarah tidak hanya dibaca, tetapi juga dirasakan,” ujarnya, dikutip dari keterangan resmi Humas Setkab Banyumas, Kamis (23/10/2025).

Sadewo juga mengajak masyarakat, terutama generasi muda, untuk datang dan menikmati pameran ini sebagai bagian dari upaya mengenal jati diri dan mencintai tanah kelahiran.

“Banyumas punya banyak budaya yang indah. Namun semua itu akan hilang bila tidak kita rawat bersama. Pameran ini menjadi momentum penting untuk menjaga dan menghidupkan kembali warisan budaya lokal,”ucapnya

Sementara itu, Wakil Ketua Dewan Kesenian Kabupaten Banyumas, Dodit Bambang Widodo, menegaskan bahwa pameran ini bukan sekadar ajang menampilkan karya seni, tapi juga sebagai media edukasi sejarah.

“Ya, jadi acara yang bertajuk Sastra Rupa dengan pameran lukisan bertema Babad Banyumas itu tidak sekadar ekspresi kemampuan para pelukis Banyumas yang berjumlah 30 orang untuk bermain warna-warni di atas kanvas. Tapi juga sebagai media edukasi berkaitan dengan Babad Banyumas, yaitu lahirnya Kabupaten Banyumas,” jelasnya

Ia juga mengungkapkan, pihaknya sudah mengusulkan untuk memajang karya lukisan ‘babad banyumasan’ di area kantor Kecamatan Banyumas dengan harapan wisatawan yang nanti akan berkunjung ke kota lama dapat menjelajah atau melacak tentang lahirnya Kabupaten Banyumas melalui visualisasi lukisan babad Banyumas

“Ya semoga bisa terealisasi,” harapnya

Bagi masyatakat yang ingin datang, dapat menikmati lukisan di aula Hetero Space mulai tanggal 22-26 Oktober 2025 tanpa tiket masuk (gratis)

Sekilas Babad Banyumas

Melansir Wikipedia, sejarah Banyumas adalah sejarah tentang perkembangan daerah kabupaten Banyumas di Jawa Tengah. Banyumas sebagai pemerintahan lokal sudah berdiri sejak zaman Majapahit, dengan penguasa yang terkenal yaitu Adipati Wirasaba Marga Utama (Kaduhu). Pada zaman Demak, wilayah Banyumas kemudian dipimpin oleh seorang kepercayaan Raden Patah yang bernama Adipati Pasirluhur Pangeran Senapati Mangkubumi I. Merujuk pada cerita-cerita rakyat setempat, yakni Babad Pasir (atau Babad Pasirluhur) dan Babad Banyumas, sebelumnya wilayahini merupakan bagian dari Kadipaten Pasirluhur dan juga Kadipaten Wirasaba.

Cerita Pasirluhur
Artikel utama: Babad Pasir
Babad Pasir berisi legenda mengenai kisah masa muda tiga putera Prabu Siliwangi, yakni Raden Banyakcatra atau Arya Banyakcatra, Raden Banyakblabur, dan Raden Banyakngampar.[1] Banyakcatra pergi meninggalkan kerajaannya untuk mencari puteri yang diidamkannya, hingga tiba di Kadipaten Pasirluhur (di sebelah barat Purwokerto sekarang), yang ketika itu berada di bawah pemerintahan Adipati Kandadhaha. Tertarik dengan Dewi Ciptarasa, puteri Adipati Kandadhaha, Arya Banyakcatra kemudian menyamar menjadi orang biasa dengan nama Kamandaka. Namun sang Adipati belakangan tidak menyetujui hubungan yang terjalin antara Kamandaka dengan Dewi Ciptarasa.

Setelah melalui berbagai petualangan, termasuk menyamar sebagai Lutung Kasarung; bertarung dengan adiknya, Banyakngampar yang menyamar dengan nama Silihwarni; dan bertempur dengan Raja Pulebahas dari Nusa Kambangan; pada akhirnya Kamandaka diterima sebagai menantu Adipati Kandadhaha, setelah penyamarannya terbuka dan diketahui jati dirinya sebagai putera raja. Pada saatnya, Arya Banyakcatra mewarisi kedudukan mertuanya sebagai Adipati Pasirluhur. Sementara Arya Banyakngampar menjadi adipati di wilayah Dayeuhluhur (Majenang, Cilacap sekarang).

Berselang beberapa generasi, diceritakan bahwa salah satu keturunan Arya Banyakcatra yang menjadi penguasa Pasirluhur, yakni Banyakbelanak, diislamkan oleh Raden Patah, penguasa Demak, melalui seorang wali yang bergelar Pangeran Makdum.[2] Adipati Banyakbelanak kemudian menjadi bawahan Demak yang setia dan banyak melakukan perjalanan untuk mengislamkan wilayah bagi kepentingan Demak, ke barat dan ke timur hingga ke wilayah Gagelang, Pranaraga (Ponorogo) dan Pasuruan. Oleh penguasa Demak ia kemudian diberi kekuasaan atas wilayah pedalaman, mulai dari Udug-udug Krawang hingga tugu mengangkang (Sundoro-Sumbing), dan digelari Pangeran Senapati Mangkubumi.[3][4]: 47  Akan tetapi puteranya, yang kemudian naik menjadi penguasa Pasirluhur dan bergelar Adipati Tole, murtad dari agama Islam sehingga kemudian diserang oleh penguasa Demak yang baru, Pangeran Trenggana, dan kemudian posisinya digantikan oleh salah seorang kerabatnya.[4]: 64 [5]

Lahirnya Banyumas
Artikel utama: Babad Banyumas
Menurut Babad Banyumas, wilayah Banyumas sebelumnya termasuk bagian dari wilayah Wirasaba (sekarang terletak di Purbalingga). Adalah pada masa Adipati Wirasaba yang ke-7, yakni Adipati Wargohutomo (atau Adipati Warga Utama) ke-II yang memiliki nama muda R. Joko Kaiman, ketika wilayah Wirasaba dibagi menjadi empat daerah.[6]: 86 [7] Joko Kaiman adalah putera Arya Banyaksasra dari Pasirluhur.[6]: 89

Penguasa Wirasaba sebelumnya, Adipati Wargohutomo I, mati dibunuh oleh utusan Sultan Hadiwijaya dari Pajang pada tahun 1578.[8]: foot.p65 [4]: 240  Akan tetapi menantunya, R. Joko Kaiman, dikukuhkan oleh Sultan Pajang sebagai penggantinya, dengan gelar Adipati Wargohutomo II. Meski demikian wilayahnya kemudian dibagi menjadi empat, yakni:[6][7]

Wirasaba (lk. Purbalingga sekarang)
Banjar Petambakan (Banjarnegara)
Merden (wilayah Cilacap), dan
Kejawar (Banyumas).
Joko Kaiman berkedudukan di Kejawar, dan menjadi pemuka (wedana bupati) bagi ketiga wilayah lainnya. Karena membagi empat wilayahnya, Joko Kaiman jugadikenal sebagai Adipati Mrapat.[6]: 99

Pengukuhan Joko Kaiman sebagai Adipati Wirasaba ke-7 oleh Sultan Hadiwijaya diyakini terjadi pada hari bulan 12 Rabi’ul Awwal 990 H atau 6 April 1582 M. Tanggal inilah yang ditetapkan sebagai hari jadi Kabupaten Banyumas.

Referensi

  1.  Knebel, J. 1898. “Babad Pasir, volgens een Banjoemaasch Handschrift”. Verhandelingen van het Bataviaasch Genootschap der Kunsten en Wetenschappen, deel LI. Batavia :Egbert Heemen, 1779-1922.
  2.  Knebel, J. op cit. p.114
  3.  Knebel, J. op cit. p.124
  4.  Graaf, H.J. de & Th.G.Th. Pigeaud. 2001. Kerajaan Islam Pertama di Jawa, tinjauan sejarah politik abad XV dan XVI. (terj., ed.rev.) Jakarta :Pustaka Utama Grafiti & KITLV.
  5.  Knebel, J. op cit. p.125.
  6.  Sudarmo, M.W.R. & B.S. Purwoko. 2009. Sejarah Banyumas Dari Masa ke Masa.
  7.  Herusatoto, B. 2008. Banyumas: sejarah, budaya, bahasa, dan watak. Yogyakarta :LKiS. hlm.26.
  8.  Graaf, H.J. de. 1954. “De regering van Panembahan Sénapati Ingalaga”. Verhandelingen van het Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde deel XIII. s’Gravenhage – Martinus Nijhoff.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *