Stmikkoumputama.ac.id – Para pengembang sistem tentunya tidak asing lagi dengan metode waterfall. Ya betul, Metode Waterfall, atau yang sering disebut Model Air Terjun, adalah salah satu pendekatan klasik dan salah satu model SDLC yang paling sederhana dalam rekayasa perangkat lunak (software development life cycle/SDLC).
Dinamakan “air terjun” karena proses pengembangannya mengalir secara linier dan berurutan dari satu fase ke fase berikutnya, mirip dengan aliran air terjun yang mengalir dari atas ke bawah.
Konsep Dasar
Metode ini menekankan pada pendekatan yang sistematis dan sekuensial. Setiap fase harus diselesaikan sepenuhnya sebelum memulai fase berikutnya. Tidak ada fase yang bisa tumpang tindih, dan kembali ke fase sebelumnya sangat sulit atau bahkan tidak mungkin dilakukan setelah fase tersebut selesai.
Tahapan-Tahapan Metode Waterfall
Secara umum, metode Waterfall memiliki lima tahapan utama:
- Analisis Kebutuhan (Requirement Analysis)
- Tahap ini adalah fondasi dari seluruh proyek. Pengembang mengumpulkan dan mendokumentasikan semua kebutuhan dan persyaratan dari pengguna atau klien.
- Informasi bisa diperoleh melalui wawancara, survei, atau diskusi.
- Tujuan utamanya adalah mendapatkan pemahaman yang lengkap dan jelas tentang apa yang diinginkan oleh pengguna dari sistem yang akan dibangun.
- Desain (Design)
- Setelah kebutuhan terkumpul, tim pengembang merancang arsitektur sistem.
- Tahap ini melibatkan perancangan struktur data, arsitektur perangkat lunak, antarmuka pengguna, dan detail teknis lainnya.
- Dokumentasi desain ini menjadi panduan untuk tahap implementasi.
- Implementasi (Implementation)
- Pada tahap ini, kode program mulai ditulis berdasarkan desain yang telah dibuat.
- Pengembang mengerjakan modul-modul kecil yang nantinya akan diintegrasikan menjadi sistem yang utuh.
- Pengujian unit (unit testing) juga sering dilakukan pada tahap ini untuk memastikan setiap modul berfungsi dengan baik.
- Integrasi dan Pengujian (Integration & Testing)
- Modul-modul yang telah dibuat pada tahap implementasi digabungkan menjadi satu kesatuan.
- Selanjutnya, dilakukan pengujian menyeluruh (system testing) untuk memastikan seluruh sistem bekerja sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan di awal.
- Tujuan pengujian adalah untuk menemukan dan memperbaiki kesalahan atau bug.
- Pemeliharaan (Maintenance)
- Ini adalah tahap terakhir, di mana sistem yang sudah jadi diserahkan kepada pengguna dan mulai dioperasikan.
- Pemeliharaan meliputi perbaikan bug yang ditemukan setelah sistem digunakan, peningkatan fungsionalitas, dan penyesuaian sistem sesuai dengan kebutuhan baru.
Kelebihan Metode Waterfall
- Terstruktur dan Terorganisir: Alur kerja yang jelas dan terukur, membuatnya mudah dikelola dan dipantau.
- Dokumentasi yang Baik: Setiap tahapan memiliki dokumentasi yang lengkap, yang sangat berguna untuk pemeliharaan dan proyek di masa depan.
- Cocok untuk Proyek Skala Besar: Ideal untuk proyek dengan persyaratan yang jelas, stabil, dan tidak banyak berubah.
- Mudah Dipahami: Konsepnya sederhana dan mudah dipahami, bahkan oleh tim yang belum berpengalaman.
Kekurangan Metode Waterfall
- Kurang Fleksibel: Sangatsulit untuk mengakomodasi perubahan persyaratan setelah suatu fase selesai. Perubahan di tengah jalan dapat memakan biaya dan waktu yang besar.
- Risiko Tinggi: Jika ada kesalahan pada tahap awal (misalnya, analisis kebutuhan yang kurang tepat), kesalahan tersebut baru akan terdeteksi pada tahap pengujian, yang bisa sangat mahal untuk diperbaiki.
- Waktu Pengerjaan yang Lama: Prosesnya yang sekuensial membuat proyek memakan waktu lebih lama karena harus menunggu satu fase selesai sepenuhnya sebelum memulai fase berikutnya.
- Kurang Interaksi dengan Klien: Klien biasanya hanya terlibat di awal (tahap analisis kebutuhan) dan di akhir (tahap pemeliharaan). Tidak ada masukan dari klien di tengah-tengah proses, sehingga ada risiko produk yang dihasilkan tidak sesuai dengan ekspektasi.
Metode Waterfall sangat cocok untuk proyek yang memiliki persyaratan yang sudah sangat jelas, stabil, dan tidak berpotensi berubah, seperti sistem yang sudah memiliki prototipe atau sistem yang sudah pernah dibuat sebelumnya. Namun, untuk proyek yang kompleks dan dinamis dengan persyaratan yang sering berubah, metode lain seperti Agile atau Scrum mungkin lebih sesuai.
*Slamet Edy Cahyo, M.Kom. Penulis adalah dosen STMIK Komputama Cilacap
Sumber:
- www.upbatam.ac.id diakses 16 September 2025
- indonesiancloud.com
- www.linknet.id
- aws.amazon.com. diakses 16 September 2025