Banner Tarik Pameran Elektronik dan Teknologi Modern Biru dan Merah Muda (1)
Slide 3
Slide 2
KULIAH DI STMIK KOMPUTAMA MAJENANG
KULIAH GRATIS 100%

Dengan Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kamu bisa kuliah gratis 100% dan juga bisa dapat uang saku tiap bulan

Slide 1
“LOCAL CAMPUS GLOBAL VALUES”
Slide
previous arrow
next arrow

Kisah Lucu Wali Minta Rezeki Tanpa Kerja Malah Dipenjara, Diceritakan Gus Baha

Unikma.ac.id – Pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an LP3IA Narukan, KH Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha), menceritakan […]

Ilustrasi bekerja di pasar. Kisah wali. (Foto: ai.stmikkomputama.ac.id)


Unikma.ac.id – Pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an LP3IA Narukan, KH Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha), menceritakan kisah unik tentang seorang wali Allah yang bekerja sebagai kuli angkut atau hammal sebagaimana termuat dalam kitab Al-Hikam. Kisah itu, menurut Gus Baha, menjadi pelajaran penting tentang doa dan konsekuensi dari permintaan kepada Allah.

Dalam ceramahnya, Gus Baha menuturkan bahwa wali tersebut hidup sederhana dan bekerja sebagai tukang pikul barang di pasar. Setiap kali mendapat makanan satu piring, ia sudah merasa cukup dan segera pulang untuk beribadah. Namun, karena ingin lebih fokus beribadah, wali itu kemudian berdoa agar bisa mendapat rezeki tanpa harus bekerja.

“Dia bilang, ‘Ya Allah, saya ini wali. Konsentrasi saya hanya untuk ibadah. Ngapain harus kerja jadi hamal tukang mangkul. Mbok kasih rezeki tanpa saya kerja,’” tutur Gus Baha.

Malah Dipenjara

Doa itu pun dikabulkan Allah, tetapi dengan cara yang tak disangka. Wali tersebut kemudian ditakdirkan dicurigai sebagai maling dan dipenjara. Di dalam penjara, ia mendapat jatah makan dua kali sehari—pagi dan sore—tanpa perlu bekerja.

“Lalu dia tanya, ‘Ya Allah, kenapa jadinya begini?’ Allah menjawab, ‘Kan kamu minta rezeki tanpa kerja.’ Ya, di penjara itu, begitu,” jelas Gus Baha sambil tersenyum.

Dari kisah itu, Gus Baha menekankan bahwa para wali sangat berhati-hati dalam berdoa, karena sekali salah dalam permintaan, akibatnya bisa panjang. Ia juga menambahkan secara jenaka bahwa bahkan doa untuk menjadi wali pun bisa membawa konsekuensi berat.

“Makanya, semenjak itu para wali tidak berani sembarangan berdoa. Termasuk doa minta jadi wali, karena efeknya bisa punya istri cerewet. Katanya itu satu paket,” ujar Gus Baha disambut tawa jamaah.

Cerita tersebut, menurut Gus Baha, menggambarkan kebijaksanaan spiritual dalam kitab Al-Hikam bahwa setiap permintaan kepada Allah harus disertai kesadaran, kerendahan hati, dan kesiapan menerima segala bentuk takdir.

Hikmah Kisah Gus Baha

1. Hikmah Pertama: Allah Mengabulkan Doa Sesuai Hikmah-Nya, Bukan Keinginan Hamba

Kisah ini mengajarkan bahwa Allah Maha Mengabulkan doa, tetapi cara dan bentuk pengabulannya selalu mengikuti hikmah (kebijaksanaan)-Nya, bukan keinginan kita.

Dalam Al-Ḥikam disebutkan:
لَا يَكُنْ طَلَبُكَ هُوَ الْمُوجِبَ لِلْعَطَاءِ، وَلَكِنْ يَكُنْ طَلَبُكَ لِإِظْهَارِ الْعُبُودِيَّةِ
“Jangan engkau sangka bahwa doamu itulah yang menyebabkan datangnya pemberian Allah, tapi berdoalah sebagai wujud penghambaan.”

Artinya: doa bukan alat memaksa Allah, tapi cara menegaskan posisi kita sebagai hamba.
Wali dalam kisah itu data-end=”1554″>berdoa dengan niat baik (ingin fokus ibadah), tetapi Allah ingin mendidiknya bahwa semua hal, bahkan makan tanpa kerja, hanya baik jika sesuai kehendak-Nya.

2. Hikmah Kedua: Jangan Memaksa Diri Keluar dari Takdir Sebab (Asbāb)

Ini inti dari hikmah Ibnu ‘Aṭā’illah:

إرادتك التّجريد مع إقامة الله إياك في الأسباب من الشهوة الخفية.
“Keinginanmu meninggalkan sebab (ikhtiar), padahal Allah menempatkanmu di dalam sebab-sebab itu, adalah syahwat tersembunyi.”

Artinya: Jika Allah menempatkan seseorang dalam kondisi harus berusaha, maka meninggalkan usaha justru merupakan nafsu spiritual tersembunyi, seolah ingin menentukan takdir sendiri.

Wali dalam kisah itu berniat baik, tapi tanpa sadar ia memaksa keluar dari sistem sebab-akibat yang Allah tetapkan, yaitu bahwa rezeki datang lewat ikhtiar. Maka Allah mengajarkan secara langsung: kamu bisa “tidak bekerja” — tapi lihatlah konsekuensinya.

3. Hikmah Ketiga: Tawakal Tidak Berarti Pasif

Tawakal sejati bukan berarti berhenti berusaha, melainkan menyerahkan hasil kepada Allah setelah berusaha maksimal.

Banyak orang salah paham, mengira orang yang dekat dengan Allah tak perlu bekerja. Padahal, para nabi sendiri bekerja:

  • Nabi Muhammad ﷺ berdagang.

  • Nabi Dawud عليه السلام pandai membuat baju besi.

  • Nabi Zakaria عليه السلام seorang tukang kayu.

Maka, berusaha adalah bagian dari ibadah dan tawakal.
Wali dalam kisah itu baru memahami setelah diuji — bahwa meninggalkan usaha bukanlah tanda tawakal, melainkan bentuk kesalahan dalam memahami takdir.

4. Hikmah Keempat: Doa Harus Dibarengi Pemahaman (Ilmu dan Adab)

Kisah itu juga menunjukkan pentingnya adab berdoa.
Berdoa tidak hanya menyampaikan keinginan, tetapi harus memahami adab dan konteks kehendak Allah.

Al-Ḥikam menyebut:
تَأَخُّرُ مَطْلُوبِكَ عَنْكَ، مَعَ الإِلْحَاحِ فِي الدُّعَاءِ، دَلِيلٌ عَلَى أَنَّهُ يَخْتَارُ لَكَ مَا هُوَ أَصْلَحُ
“Tertundanya keinginanmu meski kau terus berdoa adalah tanda bahwa Allah memilih yang lebih baik untukmu.”

Wali itu mendapat apa yang ia minta, tapi dalam bentuk yang membuatnya sadar — bukan karena Allah menolak doanya, tetapi karena Allah ingin memperbaiki cara pandangnya.

5. Hikmah Kelima: Cinta Allah Kadang Berwujud Teguran

Dalam pandangan tasawuf, ujian bukan hukuman, tapi bentuk cinta Allah kepada hamba yang ingin dekat.

Wali itu “dihukum” bukan karena durhaka, tapi karena Allah ingin menaikkan derajatnya dalam ma‘rifah (pengetahuan tentang Allah).

Seperti orang tua yangmenegur anaknya dengan kasih sayang agar tidak salah jalan, Allah pun “menegur” wali itu agar memahami hakikat rezeki dan adab berdoa.

*Penyusunan dengan bantuan ai.stmikkomputama.ac.id
**Tum Humas Universitas Komputama (UNIKMA), Cilacap, Jawa Tengah

Sumber:

  • Ceramah Gus Baha
  • Al-Hikam

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *