Unikma.ac.id – Ulama asal Rembang, KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha, menjelaskan alasan mengapa Rasulullah Muhammad SAW harus berasal dari suku Quraisy. Gus Baha mengaitkan hal itu dengan teori sosiologi Ibnu Khaldun dalam Muqaddimah, bukan sekadar pandangan teologis.
Menurutnya, nabi selalu diutus dari kaum yang terhormat agar ajaran baru yang dibawa mendapat toleransi dari masyarakatnya.
“Kenapa Rasulullah itu harus dari suku Quraisy, suku yang sangat terhormat di Makkah? Itu secara teori sosiologi loh, bukan teori nubuwah,” ujar Gus Baha dalam sebuah pengajian, sebagaimana dikutip dari video YouTube, Sabtu (25/10/2025).
Menurut Ibnu Ibnu Khaldun, kata Gus Baha, nabi pasti membawa hal-hal yang dianggap aneh oleh kaumnya, dan masa-masa ‘aneh’ itu hanya bisa ditoleransi jika beliau berasal dari suku terpandang. “Kalau beliau dari suku yang hina, pasti pas aneh-aneh langsung diadili,” lanjutnya.
Gus Baha mencontohkan situasi itu dengan analogi dalam kehidupan organisasi keagamaan. “Kalau di NU lah, ndak Gus Dur kok bikin aneh-aneh di NU kan langsung tuntas. Tapi berhubung Gus Dur cucu Mbah Hasyim, orang itu menoleransi bahkan mengira jangan-jangan teori beliau lebih baik ketimbang kita,” kata Gus Baha.
Menurutnya, status sosial dan garis keturunan memberi ruang toleransi bagi gagasan baru, sebagaimana posisi Rasulullah di tengah masyarakat Quraisy.
Ia menegaskan, teori Ibnu Khaldun menunjukkan bahwa tidak ada nabi diutus kecuali dari kaum terbaik. “Supaya masa-masa transisi ini tidak ada perlawanan,” jelasnya. Dengan demikian, kata Gus Baha, pemilihan Rasulullah SAW dari suku Quraisy memiliki dasar sosial dan historis yang kuat, agar risalah Islam dapat diterima secara bertahap oleh masyarakat Arab kala itu.
Muqaddimah Ibnu Khaldun
Teori Ibnu Khaldun yang dimaksud oleh Gus Baha merujuk pada konsep yang tertulis dalam Muqaddimah Ibnu Khaldun, yaitu bahwa para nabi selalu diutus dari kalangan atau suku yang paling terhormat dan berpengaruh di antara kaumnya, agar risalah yang dibawa dapat diterima dengan lebih mudah secara sosial dan politik.
Dalam kutipan yang dijelaskan Gus Baha, Ibnu Khaldun menyatakan:
“مَا بَعَثَ اللهُ نَبِيًّا إِلَّا مِنْ أَشْرَافِ قَوْمِهِ”
Artinya: “Allah tidak mengutus seorang nabi kecuali dari kaum yang terhormat di antara kaumnya.”
Ibnu Khaldun menjelaskan, secara sosiologis, kenabian membawa perubahan besar terhadap tatanan masyarakat lama, sehingga seorang nabi pasti dianggap “aneh” oleh lingkungannya (fi a’dhari qaumih aneh). Karena itu, diperlukan posisi sosial yang kuat agar masyarakat tidak langsung menolak atau melawan ajaran baru tersebut.
Teori ini bagian dari pandangan sosiologis Ibnu Khaldun tentang ‘ashabiyyah’ (solidaritas sosial). Dalam konteks kenabian, ‘ashabiyyah’ kaum Quraisy menjadi modal sosial penting bagi Nabi Muhammad SAW. Dengan kehormatan suku Quraisy, Rasulullah memperoleh legitimasi sosial dan perlindungan politik, sehinggadakwah Islam bisa bertahan dan berkembang di tengah masyarakat Makkah.
Jadi, teori Ibnu Khaldun yang dimaksud Gus Baha adalah bahwa nabi diutus dari kaum terbaik agar masa transisi menuju perubahan sosial dapat berlangsung tanpa perlawanan keras, karena status sosialnya menjamin penerimaan masyarakat.
—
*Penyusunan artikel dengan bantuan ai.stmikkomputama.ac.id
**Tim Humas Universitas Komputama (UNIKMA), Cilacap, Jawa Tengah
Sumber:
- Ceramah Gus Baha
- Muqaddimah, Ibnu Khaldun
- ai.stmikkomputama.ac.id




