Banner Tarik Pameran Elektronik dan Teknologi Modern Biru dan Merah Muda (1)
previous arrow
next arrow

Ibnu al-Samh, Sang Geometer Andalusia yang Merangkai Langit dengan Ilmu

Unikma.ac.id – Bayangkan hidup di zaman seribu tahun yang lalu, ketika langit malam masih menjadi […]

Ibnu al-Samh, Sang Geometer Andalusia yang Merangkai Langit dengan Ilmu. (Foto: Istimewa/Eko Sutrisno/Unikma.ac.id)


Unikma.ac.id – Bayangkan hidup di zaman seribu tahun yang lalu, ketika langit malam masih menjadi misteri dan angka-angka ditulis di atas pasir dan salju. Di tengah gemerlap kota Cordoba di Spanyol Muslim, lahirlah seorang anak jenius bernama Ibnu al-Samh.

Dia tumbuh di lingkungan yang penuh ilmu, para ilmuwan berdiskusi di masjid, para filsuf menulis di taman, dan buku-buku sains menumpuk di perpustakaan besar kota.

Sejak muda, Ibnu al-Samh sudah terpesona dengan bentuk-bentuk geometris. Ia senang menggambar lingkaran dan garis di tanah, lalu mencoba menemukan pola di baliknya.

Bakatnya ini menarik perhatian gurunya, Maslama al-Majrithi, salah satu ilmuwan paling terkenal di Andalusia. Dari sang guru, Ibnu al-Samh belajar bahwa setiap bentuk di alam, dari lintasan bintang hingga atap kubah masjid, memiliki rahasia matematika di baliknya.

Dari Geometri ke Kehidupan Nyata

Ibnu al-Samh tidak sekadar mencintai teori. Ia ingin agar matematika bisa digunakan oleh orang biasa.
Maka ia menulis buku berjudul Al-Mu‘amalat, semacam “buku panduan berhitung untuk pedagang”.
Dalam buku ini, ia mengajarkan cara menghitung keuntungan, bunga, dan nilai tukar, menggunakan metode sederhana yang bisa dilakukan tanpa alat bantu.

Ia bahkan menulis buku lain, Hisab al-Hawayi (“Perhitungan Mental”), yang mengajarkan cara menghitung cepat di kepala. Bisa dibilang, Ibnu al-Samh adalah “Matematikawan Praktis” pertama di dunia Islam Barat.

Membaca Langit dengan Astrolabe

Selain matematika, Ibnu al-Samh juga mencintai astronomi.
Ia percaya bahwa langit adalah kitab besar yang bisa “dibaca” dengan alat dan logika.
Ia lalu menciptakan dua buku penting tentang astrolabe, yaitu alat logam berbentuk piringan yang digunakan untuk menentukan posisi bintang, waktu salat, dan arah kiblat.

Yang menakjubkan, ia menulis hingga 130 bab tentang pembuatan dan penggunaan astrolabe!
Tak hanya itu, ia juga menciptakan alat equatorium, semacam “Komputer Mekanik” zaman dulu, untuk menghitung posisi planet. Alat ini kelak menjadi inspirasi bagi ilmuwan Eropa di masa Renaissance.

Dari Andalusia untuk Dunia

Karya-karya Ibnu al-Samh tidak hanya berhenti di Granada, tempat ia menghabiskan masa dewasanya.
Ia menjadi jembatan antara ilmu Yunani kuno dan peradaban Islam Barat.

Melalui geometri, perhitungan, dan astronominya, ia membantu membangun dasar ilmu pengetahuan yang nanti akan berkembang di seluruh dunia.

Ibnu al-Samh meninggal pada tahun 1035 M, tetapi warisannya tetap hidup.
Sebagai penghargaan, sebuah planet ekstrasurya kini dinamai “Samh”. Seakan langit pun mengakui jasanya dalam menyingkap rahasia bintang.

Nilai yang Bisa Kita Teladani:

Dari kisah hidup Ibnu al-Samh, kita bisa belajar bahwa:

– Ilmu tidak hanya untuk diketahui, tapi juga untuk dimanfaatkan.

– Rasa ingin tahu bisa membawa kita melihat ke langit, tetapi juga membantu kehidupan di bumi.

– Seorang ilmuwan sejati bukan hanya pandai berhitung, tapi juga bijak dalam menerapkan ilmunya.

*Penulis adalah Dosen PendidikanMatematika Universitas Komputama (UNIKMA), Cilacap, Jawa Tengah

Referensi:

1. Ibn al-Samh Biography. ISMI, Max Planck Institute for the History of Science

2. “Ibn al-Samh”. Wikipedia, The Free Encyclopedia

3. Ibn Abi Usaibia, Lives of the Physicians, terj. di Tertullian.org. Section on Ibn al-Samh

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *