Banner Tarik Pameran Elektronik dan Teknologi Modern Biru dan Merah Muda (1)
Slide 3
Slide 2
KULIAH DI STMIK KOMPUTAMA MAJENANG
KULIAH GRATIS 100%

Dengan Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kamu bisa kuliah gratis 100% dan juga bisa dapat uang saku tiap bulan

Slide 1
“LOCAL CAMPUS GLOBAL VALUES”
Slide
previous arrow
next arrow

Viral Dewan Masjid Pasang Banner Bakso Babi di Bantul, Kenapa Babi Haram?

Unikma.ac.id – Dewan Masjid Indonesia (DMI) Ngestiharjo, Kabupaten Bantul, Yogyakarta, menjadi sorotan setelah memasang spanduk bertuliskan […]

Bakso babi di Bantul. (Foto: SS IG @dmingestirejo/Unikma.ac.id)


Unikma.ac.id – Dewan Masjid Indonesia (DMI) Ngestiharjo, Kabupaten Bantul, Yogyakarta, menjadi sorotan setelah memasang spanduk bertuliskan ‘Bakso Babi’ di sebuah warung bakso.

Keputusan DMI Ngestiharjo memasang spanduk berukuran besar di atas gerobak penjual bakso tersebut bukanlah tanpa alasan. Menurut sumber informasi dan keterangan resmi dari DMI Ngestirejo di akun Instagram @dmingestiharjo tindakan ini didasari oleh keresahan yang meluas di tengah masyarakat Muslim setelah mendapati banyak konsumen yang mengenakan atribut Muslim (berjilbab) kedapatan mengonsumsi bakso di warung yang diduga menjual produk non-halal tersebut.

Sebelum pemasangan spanduk, kronologi panjang dilaporkan telah terjadi. Lembaga yang berwenang, RT, RW dan Dukuh, telah berulang kali mengingatkan penjual untuk secara sukarela memasang penanda atau keterangan yang jelas mengenai kandungan non-halal, seperti logo non-halal atau penulisan nama bahan (babi) yang mencolok.

Bukan Pelarangan, tapi Transparansi

Tindakan pemasangan spanduk ini lantas memicu beragam reaksi di media sosial. Menanggapi hal tersebut, pihak DMI Ngestiharjo menjelaskan motif di balik pemasangan penanda tersebut. DMI menekankan bahwa langkah ini adalah murni demi perlindungan hak konsumen dan bukan bentuk pelarangan berdagang.

Dalam keterangannya, pihak DMI Ngestiharjo menegaskan misi utama mereka, yang sekaligus menjadi kutipan langsung dalam pemberitaan ini:

Jadi kami tidak melarang berjualan (apalagi mendukung) bakso babi tersebut. Itu hak masing-masing individu. Yang penting penjual jujur transparan dan tidak menyesatkan orang-orang yang tidak tahu kalau yang dijual non-halal,” demikian dikutip dari @dmingestirejo, Senin (27/10/2025).

Tujuan DMI adalah memastikan setiap penjual memiliki kejujuran dan transparansi dalam berusaha, sehingga masyarakat Muslim tidak tertipu dan hak mereka untuk mengonsumsi produk halal tetap terlindungi. Keterangan non-halal dianjurkan untuk dicantumkan secara jelas, baik berupa gambar, tulisan, maupun penyebutan bahan, demi menghindari kerancuan di mata konsumen yang berbeda keyakinan.

Kenapa Babi Haram?

Bertalian dengan peristiwa yang ini sedang hangat dibicarakan itu, kerapkali muncul pertanyaan, bahkan bagi muslim sendiri, kenapa babi haram?

Fatwa haram daging babi itu tak hanya Islam. Ada dua agama lainnya yang juga melarang konsumsi daging babi.

Dalam Islam dalil larangan mengonsumsi daging babi secara jelas termaksut dalam Al-Qur’an dan hadis. Berikut ini adalah dalilnya, melansir laman PWM Jateng:

اِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيْرِ وَمَآ اُهِلَّ بِهٖ لِغَيْرِ اللّٰهِ ۚ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَّلَا عَادٍ فَلَآ اِثْمَ عَلَيْهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

Artinya: “Sesungguhnya Dia hanya mengharamkan atasmu bangkai, darah, daging babi, dan hewan yang disembelih bukan atas nama Allah.” (Al Baqarah ayat 173).

Dan jika diperhatikan larangan ini tidak hanya satu kali disebutkan, tapi diulang, berulang seakan Allah ingin memastikan kita benar-benar memperhatikannya. Disebut dalam Al-Qur’an sebanyak 4 kali. QSAl Baqarah ayat 173, Al Maidah ayat 3, Al-An’am ayat 145 dan An Nahl ayat 115.

Menyingkap Hikmah Larangan Konsumsi Babi dalam Islam

Masih merujuk sumber yang sama, larangan konsumsi daging babi (khinzir) adalah salah satu ketetapan paling tegas dalam syariat Islam, yang juga memiliki akar kuat dalam tradisi spiritual Yahudi (Taurat) dan Kristen awal.

Larangan ini bukan hanya soal apa yang boleh dan tidak boleh dimakan, melainkan merupakan sebuah sistem perlindungan komprehensif yang meliputi dimensi spiritual, hukum agama, dan kesehatan biologis.

Dimensi Hukum Fikih dan Spiritualitas

Dalam Islam, larangan babi terkait erat dengan konsep kebersihan universal, di mana kebersihan lahir (fisik) dan batin (spiritual) saling terhubung.

1. Kenajisan Mutlak (Najis ‘Ainiah)

Dalam hukum fikih, babi ditetapkan sebagai najis ‘ainiah, yaitu najis mutlak. Status ini menunjukkan bahwa seluruh tubuh babi, baik hidup maupun mati, adalah najis dan tidak dapat disucikan. Konsekuensinya, tidak hanya mengonsumsi, tetapi juga menjual, memperjualbelikan, dan bahkan menyentuhnya dihukumi makruh hingga haram, menegaskan bahwa larangan ini adalah sistematis, bukan hanya soal makanan.

2. Simbol Perilaku Buruk

Secara spiritual, babi melambangkan sifat-sifat negatif yang dijauhi oleh seorang Muslim. Hewan ini dikenal hidup dan memakan kotoran sendiri serta tidak memiliki naluri seleksi makanan, menjadikannya simbol dari kerakusan, kekotoran, dan hawa nafsu yang tidak terkendali.

Larangan ini berfungsi sebagai latihan spiritual, mengajarkan manusia untuk mengendalikan nafsu dan memilih yang bersih, sekaligus menjaga karakter (akhlak) karena makanan yang dikonsumsi dipercaya memengaruhi jiwa.

Melansir nu.or.id, keharaman mengonsumsi daging babi juga karena sifat-sifat buruknya, seperti kesenangan dan ketertarikan yang sangat kuat pada hal-hal yang dilarang dan tidak adaya rasa ghairah atau kecemburuan padanya.

Padahal setiap makanan pasti mempengaruhi orang yang memakannya, dan sifat-sifat buruk babi lambat laun pasti akan menular kepadanya. Oleh karenanya babi diharamkan. Imam Ibnu Hajar al-Haitami dengan menjelaskan:

Artinya, “Ulama berkata: ‘Dan mengonsumsi babi hukumya haram karena makakan akan menjadi jauhar (zat) pada tubuh orang yang memakannya, lalu ia pasti akan terpengaruh oleh akhlak dan sifat apa yang dimakannya. Padahal babi diciptakan sejak awal denga nmempunyai sifat-sifat yang sangat tercela, di antaranya kesenangan dan ketertarikan yang sangat kuat pada hal-hal yang dilarang dan tidak adaya rasa ghairah atau kecemburuan padanya. Karenanya orang diharamkan memakanya agar sifat-sifat buruk babi itu tidak tumbuh pada dirinya’. (Ibnu Hajar al-Haitami, Az-Zawajir ‘anil Iqtirafil Kabair, juz II, halaman 68).

Oleh karena itu dahulu ketika komunitas kaum Frank, sekelompok suku Jermanik yang mulai eksis di masa Kekaisaran Romawi, terbiasa memakannya, maka hal itu membuat mereka meledak-ledak menerjang berbagai larangan agamanya, yaitu Nasrani.

Bahkan mereka pun tak punya rasa cemburu ketika pasagannyadiganggu orang lain. Hal ini berbeda dengan kambing misalnya. Menurut ulama kambing tidak punya sifat-sifat buruk sebagaimana babi, sehingga memakannya tidak akan menyebabkan orang tertulari sifat-sifat buruk seperti itu. (Al-Haitami, az-Zawajir: II/68).

Dimensi Sains dan Perlindungan

Larangan agama seringkali datang sebelum ilmu pengetahuan mengungkap alasannya. Kini, dengan perkembangan sains, terungkap bahwa larangan ini adalah bentuk perlindungan biologis tak kasat mata bagi manusia.

1. Kontaminasi Parasit Tingkat Tinggi

Babi dikenal sebagai inang bagi parasit paling berbahaya yang dapat menyerang manusia. Spesies paling terkenal adalah cacing pita (Taenia Solium) dan cacing trikin (Trichinella Spiralis).

Yang paling mengancam, parasit ini dapat menyebar ke otot, hati, dan bahkan otak manusia, menyebabkan penyakit serius seperti neurosiserkosis, yang dapat memicu kejang hebat, kebutaan, hingga kematian.

Mirisnya, penelitian menunjukkan bahwa panas memasak biasa tidak selalu efektif membunuh seluruh larva atau telur parasit, terutama jika daging dimasak setengah matang.

2. Sistem Pencernaan yang Cepat dan Akumulasi Toksin

Babi merupakan hewan omnivora ekstrem yang memakan apa saja, termasuk sisa makanan busuk, sampah, hingga kotorannya sendiri. Sistem pencernaannya sangat cepat, hanya membutuhkan waktu sekitar empat jam, jauh berbeda dari hewan ruminansia seperti sapi yang memiliki sistem penyaringan kompleks.

Akibatnya, racun, patogen, dan logam berat yang dimakan babi tidak sepenuhnya disaring, melainkan terakumulasi dan tersimpan dalam jaringan lemak dan daging. Ketika daging ini dikonsumsi, manusia tidak hanya memakan protein, tetapi juga zat berbahaya yang bersifat bioakumulatif, termasuk kolesterol jahat.

Ancaman Virus Zoonosis

Babi dikenal sebagai inkubator virus zoonosis, yaitu penyakit yang dapat menular dari hewan ke manusia. Ancaman ini menjadi nyata dalam sejarah dengan munculnya Wabah Flu Babi (H1N1) pada tahun 2009, di mana virus melompat dari babi ke manusia dan menyebar ke seluruh dunia.

Selain itu, beberapa studi medis modern juga mengaitkan konsumsi daging babi dengan peningkatan risiko penyakit degeneratif, seperti stroke, hipertensi, dan jenis kanker tertentu.

Kesimpulan

Larangan daging babi dalam Islam adalah perintah yang multidimensi. Itu adalah perlindungan yang datang dari Tuhan jauh sebelum manusia mampu memahami risiko biologisnya. Larangan ini menegaskan bahwa tujuan syariat bukan untuk membatasi, melainkan untuk menjaga tubuh dari ancaman fisik dan mendidik jiwa untuk tunduk pada kebersihan, menjadikannya simbol ketaatan yang menjaga kemurnian spiritual dan kesehatan umat manusia.

*Penyusunan artikel dengan bantuan ai.stmikkomputama.ac.id
**Tim Humas Universitas Komputama (UNIKMA), Cilacap, Jawa Tengah

Sumber:

  • PWMU Jateng – https://majelistablighpwmjateng.com/artikel/kenapa-babi-diharamkan/
  • NU Online – https://nu.or.id/syariah/kambing-halal-kenapa-babi-haram-ini-alasannya-sv6UW

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *