Stmikkomputama.ac.id – Nepal mencatat sejarah baru dengan mengangkat mantan Ketua Mahkamah Agung, Sushila Karki, sebagai perdana menteri sementara pada Jumat (12/9). Ia menjadi perempuan pertama yang memegang jabatan eksekutif tertinggi di negara itu setelah pengunduran diri K. P. Sharma Oli di tengah gelombang protes antikorupsi yang digerakkan anak muda.
Menariknya, para demonstran muda anti-korupsi dilaporkan menggunakan platform Discord untuk menggelar pemungutan suara kilat dalam menentukan perdana menteri interim mereka, sebagaimana dilaporkan CNBC Indonesia.
Hasilnya, mantan Ketua Mahkamah Agung Nepal, Sushila Karki (73), terpilih sebagai perdana menteri perempuan pertama di negeri Himalaya itu. Karki akan memimpin pemerintahan sementara usai jatuhnya kabinet KP Sharma Oli yang tumbang akibat unjuk rasa berdarah terkait korupsi dan nepotisme.
The Kathmandu Post melaporkan, mandat utama Karki adalah memimpin pemerintahan transisi dan menyelenggarakan pemilu dalam waktu enam bulan ke depan. Adapun Nepal dijadwalkan menggelar pemilu pada 5 Maret 2026 untuk menentukan perdana menteri definitif. Hingga saat itu, Karki dipercaya memegang kendali negara.
Penunjukan Karki dinilai sebagai kompromi politik setelah kebuntuan di parlemen. The Week menulis, semua partai besar sepakat mendukungnya sebagai figur netral yang memiliki reputasi bersih dan independen dari kepentingan politik partisan. Latar belakangnya sebagai hakim agung membuatnya dipandang mampu menjaga integritas di masa transisi yang krusial.
Sushila Karki sebelumnya menjabat sebagai Ketua Mahkamah Agung Nepal pada 2016โ2017. India Today menyebut, ia dikenal sebagai sosok yang berani menentang praktik korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan, meski sempat menghadapi upaya pemakzulan di parlemen. Pengalaman tersebut dianggap memperkuat citranya sebagai pemimpin yang tegas dan berintegritas.
Dengan penunjukan ini, Nepal kini berada di bawah kepemimpinan perempuan untuk pertama kalinya baik di lembaga eksekutif maupun yudikatif. Para pengamat menilai, langkah tersebut mencerminkan dorongan kuat masyarakat Nepal, terutama generasi muda, untuk menuntut perubahan politik yang lebih bersih dan transparan.









