Seri 1: Mengapa Guru SD hingga SMA Perlu Mengerti Koding dan AI

Ketua STMIK Komputama Majenang Cilacap, Kusnana M.Kom. (Foto: Dok. STMIK Komputama)


Stmikkomputama.ac.id –  Sebagai pendidik, kita berada di garda terdepan dalam membentuk masa depan generasi penerus bangsa. Di tengah derasnya arus digital, muncul pertanyaan fundamental: mengapa guru, dari jenjang SD hingga SMA, perlu memahami pembelajaran koding dan Kecerdasan Artifisial (AI)? Apakah ini hanya tren sesaat, ataukah sebuah kebutuhan esensial yang harus kita kuasai?

Melalui naskah akademik yang diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), kita menemukan jawaban yang tegas: pembelajaran koding dan AI bukan semata-mata tentang mengajarkan baris kode atau algoritma yang rumit. Program ini adalah fondasi untuk membangun literasi digital dan kemampuan berpikir logis yang krusial bagi siswa di era Revolusi Industri 4.0 dan Masyarakat 5.0 (World Economic Forum, 2020).

Bukan Sekedar Kode, Melainkan Cara Berpikir

Landasan paling esensial dari pembelajaran koding dan AI adalah pengembangan Computational Thinking. Konsep ini dipopulerkan oleh Jeanette Wing (2006) sebagai cara berpikir yang melibatkan perumusan masalah dan penemuan solusi dengan cara yang dapat dipahami oleh komputer, namun sangat berguna bagi manusia. Ini mencakup empat pilar utama:

  1. Dekomposisi: Memecah masalah besar menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dan mudah dipecahkan.
  2. Pengenalan Pola: Mengidentifikasi kesamaan dan pola dalam masalah untuk menyederhanakan penyelesaiannya.
  3. Abstraksi: Fokus pada detail-detail penting dan mengabaikan yang tidak relevan.
  4. Algoritma: Merancang langkah-langkah sistematis untuk menyelesaikan masalah.

Bagi seorang guru, pemahaman ini jauh lebih penting daripada kemampuan teknis. Ini adalah kerangka berpikir yang dapat kita tanamkan dalam setiap mata pelajaran. Misalnya, guru IPA dapat meminta siswa untuk membuat algoritma sederhana tentang siklus air, atau guru Bahasa Indonesia dapat mengajak siswa menyusun langkah-langkah terstruktur untuk merangkai sebuah cerita. Dengan demikian, koding bukan menjadi mata pelajaran baru yang membebani, melainkan alat pedagogis yang memperkuat pembelajaran yang sudah ada.

Landasan Akademis dan Yuridis yang Kuat

Pembelajaran ini juga memiliki landasan yang kokoh dari berbagai disiplin ilmu. Secara filosofis dan pedagogis, program ini didasarkan pada teori kecerdasan majemuk dari Howard Gardner, yang menekankan bahwa setiap siswa memiliki potensi unik yang dapat dikembangkan melalui pendekatan pembelajaran yang beragam (Naskah Akademik Kemendikdasmen, 2025).

Secara sosiologis, koding dan AI adalah respons terhadap kebutuhan bangsa. Laporan Bank Dunia menunjukkan bahwa pemanfaatan teknologi digital sangat penting untuk inklusi di Indonesia (World Bank, 2021). Oleh karena itu, membekali siswa dengan keterampilan digital sejak dini adalah langkah strategis untuk memastikan mereka memiliki daya saing di masa depan (World Economic Forum, 2023).

Selain itu, program ini didukung penuh oleh regulasi pemerintah, termasuk Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Permendikbudristek No. 12 Tahun 2024 yang menetapkan mata pelajaran Informatika sebagai wajibdi jenjang tertentu. Ini menunjukkan komitmen serius dari negara untuk mereformasi kurikulum agar relevan dengan kebutuhan global.

Kesimpulan: Dari Guru untuk Masa Depan

Memahami koding dan AI bagi guru bukan berarti kita harus menjadi ahli pemrograman. Sebaliknya, ini adalah tentang mengadopsi cara berpikir baru, membuka wawasan akan potensi tanpa batas, dan mempersiapkan siswa kita untuk menjadi pemecah masalah yang tangguh di dunia yang semakin kompleks. Melalui pemahaman yang kokoh ini, kita dapat menjadi agen perubahan yang mentransformasi ruang kelas menjadi laboratorium inovasi.

Semoga artikel ini menjadi langkah awal yang inspiratif bagi kita semua.

*Penulis adalah Ketua STMIK Komputama Cilacap

Daftar Pustaka

  • Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah Republik Indonesia. (2025). Naskah Akademik: Pembelajaran Koding dan Kecerdasan Artifisial Pada Pendidikan Dasar dan Menengah.
  • Wing, J. M. (2006). Computational thinking. Communications of the ACM, 49(3), 33-35.
  • World Bank. (2021). Bukan Sekedar Unicorn: Pemanfaatan Teknologi Digital untuk Inklusi di Indonesia. The World Bank.
  • World Economic Forum. (2020). Schools of the Future: Defining New Models of Education for the Fourth Industrial Revolution.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *