Stmikkomputaama.ac.id – Revolusi Kecerdasan Buatan (AI) telah mengubah lanskap industri kreatif secara fundamental, memunculkan pertanyaan mendalam tentang nilai keahlian manusia di tengah kemudahan otomatisasi. Fenomena ini, yang kerap memicu diskusi sengit di berbagai platform, termasuk media sosial, menggarisbawahi urgensi pemahaman baru terhadap kompetensi yang ditawarkan oleh mata kuliah multimedia.
Diskusi di media sosial belakangan ini, seperti yang diungkapkan oleh seorang teman di akun pribadinya, kerap menyentil realitas yang kontras antara “dulu” dan “sekarang”. “Dulu banget ya sekitar 20 tahun lalu,” tulisnya, “kepingin bisa sesuatu mahal sekali. Contoh pengen bisa edit foto saja harus kursus. Kepengin bisa desain grafis ada begitu banyak biaya dan banyak waktu yang harus disediakan buat belajar.”
Namun, zaman telah berubah drastis. Ia melanjutkan, “Sekarang, edit foto yang prosesnya begitu panjang hanya cukup dengan menulis perintah atau prompt. Klik, nunggu 20 detik, sudah jadi. Hasilnya di luar dari yang kita bayangkan. Sungguh sempurna.”
Ironisnya, kemudahan ini seringkali berujung pada kekosongan makna. “Tapi ya itu. Dibuat hanya untuk mainan. Sama sekali ilmu yang dulu mahal kini gak berarti.” keluhnya.
Keresahan ini menjadi latar belakang penting bagi kita untuk meninjau kembali peran strategis mata kuliah multimedia. Bukan untuk melawan arus AI, melainkan untuk menambah nilai dan makna dalam setiap karya yang tercipta, menjadikan mahasiswa sebagai nahkoda di lautan teknologi yang terus berkembang.