Tolak Bala dalam Ruatan Ekologi Bisik Serayu Festival 2025


Stmikkomputma.ac.id – Maestro lengger Banyumas Rianto menampilkan laku ritual Ngarak Larung dan Umbul Donga dari tepian Kali Serayu di Kalibagor, Kaliori, Banyumas, Jawa Tengah. Kedua ritual ini adalah upaya untuk melestarikan tradisi nenek moyang Banyumas Raya yang menempatkan penari lengger lanang dengan sangat terhormat, karena menjadi penghubung antara manusia, alam dengan penciptanya, Tuhan.

Tubuh Rianto diarak warga dan para seniman muda hingga senior mulai dari Joglo Gayatri, ruang bagi sang maestro melestari dan mengkreasi lengger, ke aliran Kali Serayu untuk mempersembahkan “Labuhan Lengger Gethek.”

Rianto menari di atas gethek yang terbuat dari bambu dengan melarungkan berbagai doa, sesaji serta menebar bibit ikan dan itik ke sungai yang merentang dari hulu, ketinggian Wonosobo, sampai hilir Cilacap menuju luas samudera sepanjang 181 km.

“Labuhan Lengger Gethek adalah ritual perwujudan ekspresi tubuh Rianto dalam mengambil peran dan tanggung jawab suci lengger menjalani proses nyawiji yang tujuannya mengajak masyarakat untuk menjaga harmoni alam dengan melestarikan lingkungan, yakni menjaga Kali Serayu yang telah memberi dan menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Banyumas Raya,” ungkap koreografer tari Rianto di sela-sela pembukaan Bisik Serayu Festival 2025 (23/8/2025).

Ancaman kerusakan alam di Kali Serayu, lanjut Rianto, memanggil tubuhnya untuk menyucikan penyatuan energi 7 lubang sumber penghidupan yang diwujudkan dalam kawin “banyu” (air) yang mengalir dari hulu Serayu hingga samudera.

Labuhan Lengger Gethek menandai pembukaan festival rakyat, Bisik Serayu tahun kedua yang mengambil tema “Nguripi, Ngruwat Serayu”, diselenggarakan di Joglo Gayatri yang sekaligus Rianto Dance Studio, pada 23-24 Agustus 2025.

Ngruwat

Bisik Serayu Festival 2025 (Foto: Dok. Istimewa)

Sebagai ritual, Labuhan Lengger Gethek karya Rianto memadukan perspektif “ngruwat” atau upaya memulihkan alam yang sejatinya tidak bisa dipisahkan antara harapan menjalani kualitas hidup di lingkungan yang baik dengan kecemasannya berupa ancaman atau bencana yang juga berdampak pada kehidupan. Karena itu, unsur “baritan” dalam Labuhan Lengger Gethek sekaligus bentuk ritual tolak bala agar manusia dan lingkungannya terhindar dari kehancuran dan berbagai macam bencana alam.

Aura mistis Labuhan Lengger Gethek didahului dengan ritual Ngarak Larung serta pertunjukan Umbul Donga yang dilangitkan lewat lenggokan para dosen ISI Surakarta, di antaranya Hari Mulyatno, Theresia Sri Kurniati, Wahyu Santoso Prabowo, Rusini, S. Pamardi, dan Daryono Darmoredjono serta Elly D Luthan dari Jakarta. Iringan tarawangsa menguatkan spirit ritual lengger gethek yang dipadukan dengan live painting maestro lukis, Nasirun.

Produser Bisik Serayu Festival 2025, Abdul Azis Rasjid, mengatakan bahwa event ini dimaksudkan untuk membangun kolaborasi seni pertunjukkan dari puluhan seniman dan maestro. Sebelum pembukaan Bisik Serayu, tampil parade kesenian dari berbagai sanggar tari di Banyumas, Kebumen, Indramayu, dan Jakarta.

Malam harinya, panggung festival dimeriahkan oleh penampilan seniman dari dalam dan luar negeri, di antaranya Yuliana Mar dari Meksiko, Rodrigo Parejo, Yamato No Tamashii dari Jepang, serta kolaborasi Lengger, Calung, dan Ketoprak Desa Kaliori yang kehidupan sehari-harinya lekat dengan Sungai Serayu.

Memasuki hari kedua, sambung Azis, Bisik Serayu Festival 2025 akan digelar sepuluh pertunjukan yang meliputi musik, tari, sastra yang melibatkan seniman atau kelompok seni dari Banyumas dan berbagai daerah di luar Banyumas.

Diskusi Budaya dan Pertunjukan Seni

Bisik Serayu Festival 2025 (Foto: Dok. Istimewa)

Acara dimulai dengan diskusi budaya bersama Elisabeth D Inandiak, dilanjutkan pertunjukan seni tari dari berbagai sanggar di Purwokerto, Cilacap, Purbalingga, hingga Jakarta.

Sejumlah penampil internasional juga turut hadir, termasuk Walter Sebastian Vities dari Argentina dan maestro kendang Daeng Serang dari Makassar.

Pada malam puncak, festival menampilkan kolaborasi lintas negara bertajuk Golden Water (Ogo no Mizu) yang melibatkan Dewandaru Dance Company, Kulu-kulu, Lambangsari Group, dan Rianto Dance Studio bersama seniman Jepang.

Inisiasi Bisik Serayu Festival yang sudah memasuki edisi kedua ini, bagi Rianto, menjadi agenda penyatuan ekspresi seni dan semangat ekologi yang sangat penting, karena menjadi ruang pertemuan budaya sekaligus sarana promosi seni Banyumas di kancah nasional dan internasional.

“Kolaborasi ini dimungkinkan sebagai upaya membuka ruang dialog lintas budaya lewat ekspresi kesenian serta pengalaman kreatif bagi seniman muda yang diharapkan dapat memantik penciptaan karya yang menjadi penting di tahun-tahun mendatang,” kata koreografer tari, Rianto.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

STMIK komputama Majenang