Stimikkomputama.ac.id – Beberapa tahun terakhir istilah megathrust menjadi begitu populer. Pangkal awalnya adalah potensi ancaman gempa besar, sebagaimana yang pernah tercatat dalam sejarah.
Cilacap beberapa tahun lalu juga menjadi salah satu wilayah terdampak gempa dan tsunami. Tahun 2006 menjadi catatan kelam gempa dan tsunami.
Gempa Pangandaran memicu tsunami setinggi 5-7 meter sepanjang 200 km garis pantai menewaskan lebih dari 600 orang, termasuk di Cilacap. Setelah Pangandaran, Cilacap menjadi salah satu wilayah paling terdampak.
Terlepas dari itu, Indonesia terletak di pertemuan tiga lempeng tektonik besar: Lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia, dan Lempeng Pasifik. Kondisi geologis ini membuat Indonesia menjadi salah satu wilayah paling rawan gempa di dunia, termasuk gempa megathrust.
Gempa megathrust terjadi di zona subduksi, di mana dua lempeng tektonik bertemu dan salah satu lempeng terdorong ke bawah lempeng lainnya. Jenis gempa ini memiliki potensi untuk menimbulkan gempa berkekuatan besar dan memicu tsunami yang dahsyat.
Beberapa gempa besar yang mengguncang Indonesia, seperti gempa dan tsunami Aceh tahun 2004, gempa Nias tahun 2005, dan gempa Mentawai tahun 2010, merupakan contoh nyata dari ancaman megathrust yang dapat mengakibatkan kerusakan luas dan korban jiwa yang signifikan.
Apa Itu Megathrust?
Melansir bnpb.go.id, Megathrust adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan gempa bumi yang terjadi di sepanjang batas subduksi, di mana satu lempeng tektonik bergerak ke bawah lempeng lainnya. Gempa megathrust biasanya memiliki magnitudo yang sangat besar. Gempa megathrust adalah jenis gempa bumi dengan magnitudo di atas 8,0, yang kemungkinan besar terjadi di wilayah yang terletak di sepanjang patahan besar serta area di mana lempeng-lempeng tektonik bertemu satu sama lain (Schäfer & Wenzel, 2019).
Dengan potensi kerusakan yang sangat besar, gempa megathrust sering kali memicu tsunami dan menyebabkan dampak signifikan pada wilayah pesisir, membuat daerah yang rawan berada dalam ancaman bencana yang serius dan memerlukan tindakan mitigasi yang tepat.
Indonesia memiliki lima zona lempeng aktif, yaitu Sumatran Megathrust, Java Megathrust, Banda Megathrust, Northern Sulawesi Thrust, dan Philippine Thrust. Di dalam kelima zona tersebut, terdapat 16 segmen aktif yang berpotensi memicu gempa besar dan menyebabkan tsunami (Tim Pusat Studi Gempa Nasional, 2017). Potensi aktivitas seismik di zona-zona ini membuat Indonesia berada dalam risiko bencana alam yang tinggi, khususnya gempa bumi dan tsunami, sehingga diperlukan upaya mitigasi dan kesiapsiagaan yang terus ditingkatkan.
Sejarah Gempa Megathrust Indonesia
Sejarah gempa megathrust di Indonesia mencakup sejumlah peristiwa besar yang telah memberikan dampak signifikan terhadap masyarakat dan lingkungan. Berikut adalah beberapa peristiwa penting yang mencerminkan sejarah gempa megathrust di Indonesia:
1. Gempa Aceh (2004)
Wilayah Aceh, yang terletak di ujung barat Pulau Sumatera, Indonesia, dikenal dengan keindahan alamnya yang memukau serta kekayaan budayanya. Namun, pada 26 Desember 2004, Aceh menjadi sorotan dunia akibat terjadinya gempa megathrust yang diikuti oleh tsunami dahsyat, salah satu bencana alam paling menghancurkan dalam sejarah. Gempa yang terjadi pada 2004 berkekuatan 9.1-9.3 skala Richter berpusat di lepas pantai barat Aceh, di sepanjang zona subduksi lempeng Indo-Australia dan Eurasia. Getaran gempa dirasakan hingga ke negara-negara tetangga, seperti Malaysia dan Thailand. Namun, tsunami yang menyusul mengubah segalanya.
Gelombang tsunami setinggi puluhan meter menerjang pesisir Aceh, menghancurkan rumah, infrastruktur, dan merenggut nyawa. Ribuan orang terjebak di puing-puing, dan banyak yang kehilangan anggota keluarga. Kota Banda Aceh, ibu kota provinsi, mengalami kehancuran parah, dengan banyak bangunan yang hancur total.
Gempa Nias, yang terjadi pada 28 Maret 2005, adalah salah satu peristiwa seismik yang paling signifikan dalam sejarah Indonesia, terutama setelah gempa Aceh pada akhir tahun 2004. Gempa ini memberikan dampak yang luas dan memiliki karakteristik yang khas. Gempa Nias berpusat di lepas pantai barat Pulau Nias, Sumatera Utara, dengan magnitudo yang terukur sekitar 8.6. Pusat gempa berada pada kedalaman sekitar 30 kilometer di bawah permukaan laut, di sepanjang zona subduksi di mana lempeng Indo-Australia bertemu dengan lempeng Eurasia.
Setelah bencana tsunami yang diakibatkan oleh gempa Aceh, gempa Nias datang sebagai sebuah peringatan lebih lanjut tentang potensi risiko seismik yang dihadapi Indonesia. Masyarakat di pulau-pulau sekitarnya, yang sebelumnya sudah mengalami trauma akibat tsunami, kini harus menghadapi tantangan baru dengan munculnya gempa besar.
3. Gempa Mentawai (2010)
Gempa Mentawai yang terjadi pada 25 Oktober 2010 mengguncang Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, dengan magnitudo 7.7, berpusat di lepas pantai barat Sumatera sekitar 78 km dari kota Sibolga. Dengan kedalaman hanya sekitar 10 km, gempa ini memicu tsunami yang menerjang desa-desa pesisir di pulau-pulau kecil, menghasilkan gelombang setinggi 3 hingga 5 meter yang menghancurkan infrastruktur dan menyebabkan kerusakan parah. Banyak bangunan, termasuk rumah dan fasilitas umum, hancur total, dan lebih dari 400 orang kehilangan nyawa dalam bencana ini, sementara ribuan lainnya terluka dan terpaksa mengungsi dari tempat tinggal mereka.
4. Gempa Padang (2009)
Gempa Padang yang terjadi pada 30 September 2009 mengguncang daerah sekitar Padang, Sumatera Barat, dengan magnitudo 7.6, berpusat di lepas pantai barat Sumatera pada kedalaman sekitar 33 km. Bencana ini menyebabkan kerusakan parah di kota Padang dan sekitarnya, di mana banyak bangunan, rumah, dan fasilitas umum hancur total, meninggalkan puing-puing yang menyayat hati. Lebih dari 1.000 orang diperkirakan tewas akibat gempa ini, sementara ribuan lainnya mengalami luka-luka dan terpaksa mengungsi ke tempat yang lebih aman karena ketakutan akan gempa susulan dan potensi tsunami.
5. Gempa Tanggamus (2021)
Gempa Tanggamus yang terjadi pada 14 Januari 2021 mengguncang wilayah Tanggamus, Lampung, dengan magnitudo 6.1, berpusat di kedalaman sekitar 10 kilometer di bawah permukaan bumi. Gempa ini terasa kuat di wilayah sekitar, termasuk di Kota Bandar Lampung, dan menyebabkan kepanikan di kalangan warga yang tinggal di daerah tersebut.
Akibat dari gempa ini, sejumlah bangunan dan infrastruktur mengalami kerusakan, termasuk rumah, sekolah, dan fasilitas umum, terutama di daerah yang berdekatan dengan pusat gempa. Meskipun tidak ada tsunami yang dihasilkan, beberapa orang mengalami luka-luka dan harus dirawat di rumah sakit, sementara banyak warga memilih untuk mengungsi ke tempat yang lebih aman karena kekhawatiran akan gempa susulan.
Potensi Megathrust di Masa Depan
Potensi megathrust di masa depan menjadi perhatian utama di berbagai belahan dunia, terutama di kawasan yang terletak di sepanjang zona subduksi, seperti Indonesia, yang terletak di Cincin Api Pasifik. Berikut adalah beberapa faktor yang menunjukkan potensi megathrust di masa depan:
- Aktivitas Seismik Terdahulu: Banyak daerah yang memiliki sejarah gempa megathrust yang kuat menunjukkan bahwa aktivitas seismik cenderung berulang. Contohnya, setelah gempa besar, terdapat potensi untuk terjadinya gempa susulan yang dapat mengindikasikan bahwa daerah tersebut masih dalam fase aktif.
- Tekanan Tectonic yang Terakumulasi: Di sepanjang batas lempeng, tekanan akibat pergerakan lempeng tektonik terus terakumulasi. Ketika tekanan ini melebihi batas kekuatan material, dapat menyebabkan gempa megathrust. Proses ini memerlukan waktu yang lama, tetapi akumulasi tekanan yang terus-menerus membuat megathrust menjadi ancaman yang nyata.
- Pola Gempa: Penelitian terhadap pola gempa di berbagai daerah dapat memberikan wawasan tentang kemungkinan terjadinya megathrust di masa depan. Misalnya, ada pola waktu tertentu di mana megathrust terjadi, meskipun tidak selalu dapat diprediksi dengan akurasi tinggi.
- Perubahan Iklim dan Lingkungan: Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perubahan iklim, seperti pencairan es dan perubahan pola hujan, dapat mempengaruhi stres pada lempeng tektonik. Perubahan ini bisa berpotensi memicu aktivitas seismik.
- Perubahan Geologi Lokal: Aktivitas geologi lokal, seperti aktivitas vulkanik atau longsor, dapat mempengaruhi stabilitas lempeng dan meningkatkan kemungkinan terjadinya megathrust.
- Monitoring dan Teknologi: Dengan kemajuan dalam teknologi pemantauan seismik dan pemodelan geologis, para ilmuwan dapat lebih baik memahami pola dan mekanisme di balik megathrust.
Dampak yang Bisa Terjadi
Dampak dari megathrust, yang merupakan jenis gempa bumi yang terjadi di zona subduksi di mana satu lempeng tektonik menyelusup di bawah lempeng lainnya, bisa sangat menghancurkan dan beragam. Berikut adalah beberapa dampak utama yang mungkin terjadi jika megathrust terjadi:
- Megathrust sering kali memicu tsunami besar yang dapat melanda wilayah pesisir. Gelombang tsunami yang tinggi dan kuat dapat menyebabkan kerusakan yang luas, menghancurkan bangunan, dan merusak infrastruktur.
- Gempa megathrust dapat menyebabkan kerusakan parah pada infrastruktur, termasuk bangunan, jembatan, jalan, dan sistem transportasi. Banyak bangunan yang tidak dirancang untuk tahan gempa dapat runtuh, mengakibatkan kerugian materi yang besar.
- Tingginya magnitudo dan kekuatan gempa megathrust dapat mengakibatkan jumlah korban jiwa yang tinggi. Ribuan orang bisa terjebak di bawah puing-puing bangunan, dan banyak yang bisa terluka parah.
- Gempa dapat memicu tanah longsor, terutama di daerah pegunungan atau bukit, yang dapat menghancurkan permukiman dan infrastruktur, serta menghalangi akses ke area yang terdampak.
- Megathrust dapat menyebabkan perubahan dalam topografi dan geografi suatu wilayah. Tanah dapat terangkat atau turun, mengubah garis pantai dan memengaruhi ekosistem lokal.
- Kerusakan pada infrastruktur dapat menyebabkan gangguan pada layanan dasar, seperti air bersih, listrik, dan komunikasi, yang dapat memperburuk keadaan darurat dan memperlambat upaya penyelamatan.
- Setelah megathrust, akan ada kebutuhan mendesak akan bantuan kemanusiaan, termasuk tempat tinggal, makanan, dan layanan kesehatan untuk para pengungsi. Ini dapat menyebabkan krisis kemanusiaan yang berkelanjutan.
- Kerugian ekonomi dari megathrust dapat sangat besar. Biaya perbaikan, rehabilitasi, dan penggantian infrastruktur, ditambah dengan hilangnya produktivitas, dapat menghancurkan perekonomian lokal dan regional.
- Bencana yang dihasilkan dari megathrust dapat meninggalkan dampak psikologis yang mendalam bagi masyarakat, termasuk trauma, stres pascatrauma, dan gangguan kesehatan mental lainnya.
- Setelah terjadi megathrust, pemerintah sering kali perlu merevisi kebijakan dan prosedur mitigasi bencana, meningkatkan sistem peringatan dini, serta melakukan edukasi dan pelatihan bagi masyarakat untuk meningkatkan kesiapsiagaan.
Apakah Cilacap Bisa Terdampak Megathrust?
Ya. Cilacap berpotensi terdampak gempa megathrust karena berada di pesisir selatan Pulau Jawa, tepatnya dekat jalur subduksi Sunda Megathrust yang membentang di sepanjang Samudra Hindia bagian selatan Jawa. Gempa megathrust di segmen ini bisa menghasilkan gempa besar (magnitudo sekitar 8–9) dan tsunami yang mempengaruhi pantai-pantai di Jawa, termasuk Cilacap.
Apa artinya untuk Cilacap
- Guncangan kuat: Cilacap bisa merasakan gempa besar jika terjadi ruptur pada bagian megathrust yang berdekatan dengan pantai selatan Jawa.
- Tsunami: Potensi tsunami lokal bisa terjadi, meski besar kecilnya tergantung lokasi ruptur, kedalaman gempa, dan arah gelombang laut. Gelombang tsunami bisa datang dalam beberapa menit hingga jam setelah gempa.
- Risiko tambahan: Likuifaksi di area dataran rendah pesisir dan banjir pesisir jika air laut naik cepat; kerusakan infrastruktur, jalan, dan fasilitas pesisir bisa signifikan.
Faktor penting yang memengaruhi tingkat dampak
- Jarak dan lokasi rupture megathrust relatif terhadap Cilacap.
- Kedalaman dan ukuran gempa (magnitudo) serta bagaimana bagian-bagian segmen megathrust menyentak.
- Kondisi geologi lokal (tanah lunak, delta, rawa) yang bisa memperkuat guncangan atau meningkatkan risiko likuifaksi.
- Bentuk garis pantai dan kedalaman laut di sekitar Cilacap yang mempengaruhi tinggi gelombang tsunami.
Apa yang bisa dilakukan
- Mengikuti panduan evakuasi tsunami dan mengenali jalur evakuasi di wilayah pesisir.
- Memperkuat bangunan penting sesuai standar gempa; periksa infrastruktur kritis di wilayah pesisir.
- Mempersiapkan paket darurat keluarga berisi flashlight, radio, air, makanan tahan lama, dan rencana Evakuasi.
- Memanfaatkan peta bahaya dan rekomendasi dari otoritas setempat (BNPB, BMKG) serta rencana mitigasi pesisir.
Source:
- bnpb.go.id
- Wikipedia.id
- Mongabay.co.id
- ai.stmikkomputama.ac.id
*Penulis adalah jurnalis, membantu di Media Center STMIK Komputama Cilacap