Home » article » Safar Bulan Sial, Mitos atau Fakta?

Safar Bulan Sial, Mitos atau Fakta?

Banyak orang di berbagai budaya percaya bahwa Safar adalah bulan yang membawa sial. Itu termasuk […]

Banyak orang di berbagai budaya percaya bahwa Safar adalah bulan yang membawa sial. Itu termasuk dalam sejumlah tradisi di Indonesia.

Padahal, itu lebih bersifat mitos budaya daripada ajaran Islam yang otentik. Safar adalah bulan kedua dalam kalender Hijriah, dan secara teologis tidak ada dasar Islam yang menetapkan bulan tertentu sebagai sial.

Safar berarti “kosong” dalam bahasa Arab, terkait dengan penanggalan bulan-bulan dalam Kalender Hijriah. Penamaan ini lebih berhubungan dengan penanggalan historis daripada sifat mistis suatu bulan.
Dalam perspektif Islam, tidak ada ajaran yang menyatakan bahwa Safar atau bulan manapun secara intrinsik sial. Islam mengajarkan bahwa takdir bisa terjadi kapan saja, dan tidak ada ritual khusus untuk menghindari nasib buruk hanya karena bulan tertentu.
Penolakan pandangan bahwa Safar bulan sial juga ditegaskan Rasulullah SAW.

لَا عَدْوَى وَلَا طِيَرَةَ وَلَا هَامَةَ وَلَا صَفَرَ، وَفِرَّ مِنَ الْمَجْذُومِ كَمَا تَفِرُّ مِنَ الْأَسَدِ

Artinya, “Tidak ada wabah (yang menyebar dengan sendirinya tanpa kehendak Allah), tidak pula tanda kesialan, tidak (pula) burung (tanda kesialan), dan juga tidak ada (kesialan) pada bulan Safar. Menghindarlah dari penyakit judzam sebagaimana engkau menghindar dari singa.” (HR al-Bukhari) (Badruddin ‘Aini, ‘Umdâtul Qâri Syarhu Shahîhil Bukhâri, [Beirut, Dârul Kutub: 2006], juz IX, halaman 409).
Mengutip nu.or.id, Minggu (17/8/2025), Syekh Abu Bakar Syata ad-Dimyathi (wafat 1302 H), mengatakan dalam kitabnya yang berjudul Hâsiyyah I’ânatuth Thâlibîn juz 3, bahwa hadits di atas ditujukan untuk menolak keyakinan dan anggapan orang-orang jahiliah yang mempercayai setiap sesuatu dapat memberikan pengaruh dengan sendirinya; baik keburukan maupun kebaikan.
Selain itu, masih menurut Syekh Abu Bakar Syatha ad-Dimyathi, hadits di atas juga menegaskan penolakan Rasulullah saw terhadap setiap penisbatan suatu kejadian kepada selain Allah. Artinya, semua kejadian yang terjadi murni karena kehendak Allah yang sudah tercatat sejak zaman azali, bukan disebabkan waktu, zaman, dan anggapan salah lainnya.

Bahkan ada empat peristiwa penting di bulan Safar yang tercatat dalam sejarah Islam.

  1. peristiwa pernikahan Rasulullah Saw dengan Khadijah binti Khuwailid.
  2. Kemenangan kaum Muslimin atas pasukan Hiraklius dalam perang Haibar.
  3. Pengangkatan Usamah bin Zaid sebagai panglima perang termuda berumur 20 tahun.
  4. Penaklukan negeri Persia di zaman Khalifah Umar bin Khattab pada tahun 16 Hijriyah.

Mitos vs fakta

  • Mitos: Safar membawa sial atau musibah. Fakta: Tidak ada landasan teologis atau hadis sah yang mendukung klaim ini. Musibah bisa terjadi kapan saja, bukan karena bulan spesifik.
  • Mitos: Mereka yang lahir di Safar “ikut sial.” Fakta: Tidak ada ajaran yang membenarkan keyakinan semacam itu.
  • Mitos: Ada ritual khusus untuk menghindari sial di Safar. Fakta: Tidak ada kewajiban atau praktik ibadah khusus yang hanya berlaku di bulan Safar. Ibadah dan doa tetap relevan kapan pun, bukan karena bulan tertentu.

Bagaimana menyikapi secara sehat?

  • Fokus pada kebaikan: gunakan setiap bulan untuk meningkatkan amal, ibadah, dan akhlak.
  • Hindari generalisasi: satu bulan tidak menentukan nasib pribadi atau keluarga.
  • Gunakan Safar sebagai refleksi: evaluasi tujuan, rencana, dan hubungan; jadikan bulan ini sebagai peluang perbaikan diri.
  • Hargai keragaman budaya: perbedaan keyakinan bisa dihormati selama tidak mengorbankan prinsip iman atau tujuan utama kita.

Source:

  • nu.or.id
  • ai.stmikkomputama.ac.id
  • Meta.ai
  • sulut.kemenag.go.id

*Penulis adalah jurnalis, membantu di Media Center STMIK Komputama Cilacap

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

STMIK komputama Majenang