Stmik Komputama.ac.id – Kasus pembobolan rekening bank terus terjadi di berbagai daerah di Indonesia dengan beragam modus, mulai dari phishing hingga penipuan melalui aplikasi pesan instan. Beberapa nasabah melaporkan kehilangan saldo setelah tanpa sadar mengklik tautan mencurigakan atau memberikan kode OTP kepada pihak yang mengaku sebagai petugas bank.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan kejahatan siber di sektor perbankan masih menjadi perhatian serius. “Sebagaimana data dari Indonesia Anti-scam Center saat ini sudah lebih dari 153 ribu laporan penipuan diterima. Jumlah dana korban mencapai Rp 3,2 triliun,” ujar Ketua Sekretariat Satgas PASTI, Hudiyanto, dikutip dari Detik.
OJK juga mengingatkan masyarakat agar lebih berhati-hati terhadap oknum yang mengatasnamakan lembaga keuangan. “Kami menegaskan tidak pernah meminta uang, data, atau informasi pribadi terkait rekening konsumen kepada siapapun,” tulis OJK dalam pengumuman resmi di situsnya. Bank-bank besar di Indonesia turut menegaskan bahwa petugas resmi tidak pernah meminta PIN maupun kode OTP melalui telepon, SMS, atau pesan instan.
Pakar keamanan digital menyarankan masyarakat untuk mengaktifkan notifikasi transaksi, rutin mengganti kata sandi, serta menghindari jaringan Wi-Fi publik saat mengakses layanan perbankan. Dengan kewaspadaan pribadi dan dukungan sistem keamanan perbankan, diharapkan kasus pembobolan rekening dapat ditekan dan masyarakat terlindungi dari kerugian.
Berikut ini adalah modus pembobolan rekening yang paling sering terjadi:
- Phishing (SMS / email / telepon palsu): Penipu mengirim link palsu atau mengaku dari bank/layanan resmi untuk meminta data: nomor kartu, PIN, OTP, atau kredensial internet banking.
- Smishing / Vishing (SMS-voice phishing / telepon): SMS atau panggilan suara yang mengaku petugas bank, lalu mendorong korban memberikan kode OTP atau transfer ke rekening “untuk verifikasi”.
- SIM swap / port-out: Penipu memanipulasi operator seluler untuk memindahkan nomor korban ke SIM lain — lalu menerima OTP dan mengakses akun.
- Malware / remote access (trojan, RAT): Aplikasi atau file berbahaya di ponsel/PC mencuri kredensial atau menangkap OTP. Termasuk aplikasi perbankan palsu di toko aplikasi tidak resmi.
- Skimming & ATM tampering: Perangkat fisik di ATM atau mesin EDC menyalin data kartu dan PIN, lalu kartu kloning dipakai untuk mengambil uang.
- Social engineering / impersonation: Penipu mengumpulkan data di media sosial lalu berpura-pura kenalan, petugas, atau keluarga untuk meminta transfer.
- QR code / transfer fraud: QR pembayaran palsu atau foto bukti transfer diganti; korban diarahkan scan QR yang menerima uang ke rekening penipu.
- Insider fraud (kecurangan internal): Karyawan bank atau cabang yang bekerja sama dengan pelaku untuk mengakses/mentransfer dana.
- “Piggybacking” / session hijack pada Wi-Fi publik: Mengakses sesi perbankan korban lewat Wi-Fipublik yang tidak aman atau melalui jaringan lokal yang dikompromikan.
Tanda rekening atau data mungkin dibobol
- Notifikasi transaksi yang tidak dikenali (transfer, tarik tunai, pembelian)
- OTP/konfirmasi tiba walau Anda tidak melakukan transaksi
- Saldo turun tiba-tiba atau transfer ke nomor/rekening yang tidak dikenal
- Anda tidak bisa login karena password/nomor telepon sudah berubah
- Panggilan/ancaman dari orang yang mengaku bank meminta kode verifikasi
Pencegahan praktis (untuk semua level)
- Jangan pernah beri PIN / password / OTP / kode verifikasi lewat telepon, SMS, email, atau chat — bank resmi tidak pernah meminta itu.
- Gunakan autentikasi ganda (2FA) yang bukan SMS bila tersedia (mis. token hardware, authenticator app).
- Amankan nomor HP: pasang PIN/Password pada layanan operator, aktifkan notifikasi bila SIM dipindah.
- Update perangkat & aplikasi: sistem operasi dan aplikasi perbankan selalu diperbarui.
- Pasang aplikasi bank hanya dari toko resmi (Google Play/App Store) dan cek penerbit.
- Hindari Wi-Fi publik untuk transaksi finansial; pakai data seluler atau VPN tepercaya.
- Periksa situs (URL) saat login — pastikan HTTPS dan domain resmi bank.
- Hati-hati dengan link pendek / QR yang tidak jelas; verifikasi penerima sebelum transfer.
- Batasi fasilitas transaksi: mis. atur limit transfer harian, nonaktifkan fitur yang tidak perlu.
- Gunakan notifikasi real-time untuk setiap transaksi (SMS/email).
- Edukasi keluarga lansia/kurang paham teknologi agar tidak mudah percaya pada telepon penipu.
Langkah darurat bila terindikasi pembobolan
- Blokir atau nonaktifkan akses segera: hubungi bank lewat nomor resmi (jangan lewat link di SMS/WA). Minta blokir kartu / internet banking / mobile banking.
- Ganti semua kata sandi dan metode 2FA dari perangkat lain yang aman.
- Laporkan ke polisi (laporan kehilangan/penipuan) dan dapatkan nomor laporan polisi.
- Laporkan ke bank secara tertulis dan minta bukti laporan / tindak lanjut.
- Laporkan ke regulator/instansi terkait di Indonesia (mis. OJK atau kanal pengaduan konsumen perbankan) dan ke operator seluler jika terkait SIM.
- Cek perangkat untuk malware: scan antivirus/teknisi jika perlu.
- Pantau transaksi dan kredit: cek riwayat transaksi, ajukan sengketa bila perlu.
- Simpan semua bukti komunikasi (screenshot, SMS, log panggilan) untuk proses investigasi.
Tips khusus untuk keluarga & orang tua
- Ajarkan: bank tidak akan menelpon dan minta OTP/PIN.
- Minta mereka beri tahu dulu kepada anggota keluarga sebelum transfer besar.
- Buat kontak bank resmi tertempel di rumah/telepon.
*Penulisan artikel dengan bantuan AI. Penulis adalah jurnalis, membantu di STMIK Komputama Cilacap
Sumber:
- “Rekening Bank Ludes, Modus Baru Maling M-Banking Makin Ngeri” — CNBC Indonesia
- “Waspadai Sniffing! Modus Pembobolan Rekening Lewat WhatsApp” — Indonesia.go.id
- “Polri Selidiki Dalang Pembobolan Rekening Nasabah Bank” — Tribratanews.polri.go.id
- “Hati-Hati Pembajakan Akun Bank melalui Phishing” —BCA (modul “Awas Modus”)
- Data OJK tentang kasus impersonation di sektor keuangan Dinkominfo Mempawah