Unikma.ac.id – Di era percepatan teknologi kecerdasan buatan, dosen dan mahasiswa tidak lagi berbicara tentang “apakah” AI perlu digunakan dalam pendidikan, tetapi “bagaimana” mengintegrasikannya secara cerdas dan bertanggung jawab. Salah satu alat yang kini paling banyak digunakan dalam dunia akademik adalah ChatGPT.
ChatGPT, menjadi kawan (chatbot) yang dapat dapat membantu merancang soal, melakukan analisis jawaban, bahkan menyusun evaluasi pembelajaran secara cepat dan akurat.
Bagi mahasiswa pendidikan, terutama yang kelak akan menjadi guru, memahami cara memanfaatkan ChatGPT menjadi keterampilan akademik baru yang sangat strategis.
1. ChatGPT sebagai Asisten Mendesain Soal
Merancang soal bukan sekadar membuat pertanyaan. Ia melibatkan proses kognitif, menentukan level kesulitan, menyesuaikan capaian pembelajaran, memastikan kejelasan konteks, dan menjaga validitas konsep.
ChatGPT dapat membantu pada beberapa aspek, seperti:
a. Menghasilkan variasi soal
Alih-alih hanya satu jenis soal, ChatGPT dapat menghasilkan 10 hingga 50 variasi dalam hitungan detik, dengan tipe beragam, pilihan ganda, uraian, HOTS, hingga soal berbasis studi kasus.
b. Menentukan tingkat berpikir (LOTS–HOTS)
Dengan instruksi yang tepat, ChatGPT mampu menghasilkan soal dengan tingkat kesulitan sesuai Taksonomi Bloom, dari pemahaman dasar hingga analisis tingkat tinggi.
c. Membangun konteks dunia nyata
ChatGPT dapat mengubah soal matematika yang kering menjadi soal kontekstual yang relevan dengan teknologi, ekonomi, sosial, kesehatan, atau dunia digital, sesuatu yang semakin dibutuhkan dalam kurikulum modern.
2. Mendukung Analisis dan Evaluasi Pembelajaran
Selain membuat soal, ChatGPT memberikan berbagai keuntungan dalam evaluasi:
a. Memberikan scoring rubric
Dosen dapat meminta ChatGPT merancang rubrik penilaian untuk jawaban uraian, proyek digital, presentasi, hingga portofolio.
b. Menilai jawaban secara cepat
Dengan input jawaban mahasiswa, ChatGPT dapat membantu memberi penilaian awal, memberikan komentar perbaikan, dan menunjukkan area miskonsepsi, meskipun final assessment tetap harus diverifikasi oleh dosen.
c. Membuat soal refleksi atau feedback loop
Model ini dapat menyusun pertanyaan reflektif untuk mengetahui tingkat pemahaman mahasiswa secara lebih personal.
3. Peluang Baru bagi Mahasiswa Calon Guru
Bagi mahasiswa yang menempuh pendidikan matematika, pemanfaatan ChatGPT bukan hanya mempermudah tugas kuliah, tetapi membangun kompetensi masa depan:
- Guru melek teknologi yang mampu menggunakan AI secara etis akan lebih siap menghadapi dinamika pembelajaran digital.
- Mahasiswa belajar menjadi perancang soal profesional, bukan sekadar pengguna.
- AI membuka peluang untuk membuat bank soal digital, game pembelajaran, hingga e-modul otomatis yang dapat digunakan di sekolah nanti.
ChatGPT bukan pengganti guru, tetapi amplifier kreativitas dan kecerdasan guru modern.
4. Tantangan Etika dan Kritisitas
Penggunaan AI tidak serta-merta tanpa risiko. Mahasiswa tetap perlu:
- Memvalidasi kebenaran konsep.
- Menghindari plagiarisme.
- Menggunakan prompt yang jelas dan bertanggung jawab.
- Memahami bahwa AI adalah alat bantu, bukan penentu kebenaran ilmiah.
- Kritis terhadap AI adalah bagian dari literasi digital yang harus dibangun sejak dini.
ChatGPT membuka peluangbaru dalam dunia pendidikan, cepat, adaptif, dan kaya variasi. Dengan memanfaatkannya secara bijak, mahasiswa dan dosen dapat memperkaya pembelajaran, meningkatkan kualitas soal, dan memperkuat evaluasi yang lebih bermakna. Transformasi ini bukan tentang menggantikan manusia, tetapi tentang meningkatkan kualitas pengajaran dan pembelajaran secara berkelanjutan.
Ingin menguasai keterampilan merancang soal berbasis AI, menyusun evaluasi digital, dan menjadi pendidik masa depan yang adaptif?
Mari bergabung bersama Universitas Komputama (UNIKMA), Cilacap, Jawa Tengah. UNIKMA adalah kampus teknologi yang membentuk pendidik kreatif dan profesional di era kecerdasan buatan.
Yuk Daftar sekarang!
—
Penulis: Eko Sutrisno, M.Pd, Dosen Pendidikan Matematika Universitas Komputama (UNIKMA), Cilacap, Jawa Tengah
Editor: Muhamad Ridlo
Referensi:
1. Holmes, W., Bialik, M., & Fadel, C. (2019). Artificial Intelligence in Education: Promises and Implications.
2. Luckin, R. et al. (2016). Intelligence Unleashed: An Argument for AI in Education. Pearson.
3. Druga, S., Vu, S. T., & Breazeal, C. (2022). Children and AI Literacy: Developing Critical Understanding of AI Tools. MIT Media Lab.









